Berita News terviral

PSR Solusi Permasalahan Petani

Oleh : AR Lubis    Editor : Redaksi    Kamis, 23 Juni 2022 - 04:51 WIB    Banda Aceh

Bagikan informasi Beritanya Via :
Bagikan informasi Beritanya Via :

0:00

JAKARTA, Berbagai masalah menyelimuti petani kelapa sawit, dari mulai rendahnya produktivitas hingga keberlanjutan (sustainability). Namun semua hal tersebut bisa diatasi oleh adanya program peremajaan sawit rakyat (PSR).

Hal tersebut mengemuka dalam Webinar Seri 6 bertema “Dampak Positif Program Sarpras dan Pengembangan SDM Bagi Petani Sawit” yang diselenggarakan Media Perkebunan didukung Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS).

Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Jambi Agus Rizal menyatakan, ada banyak manfaat dari program PSR. Pertama, petani menjadi berlembaga.

Pelaksanaan PSR harus berupa kelembagaan petani, membuat lembaga petani yang sebelumnya mati suri menjadi aktif kembali dan menjadi wadah bagi penyaluran aspirasi petani.

Kedua, jaminan pelaksanaan usaha sawit yang berkelanjutan. Kebun yang diremajakan mengikuti standar pembukaan lahan tanpa bakar, terjaminnya bibit yang digunakan bersertifikat dan perawatan serta pemupukan sesuai dengan standar teknis.

Ketiga, peningkatan pada produktivitas. Ketika mengajukan peremajaan umur tanaman sawit ± 30 Tahun dengan produksi 1.000 Kg tandan buah segar (TBS) per hektar (Ha)/bulan. PSR dengan penggunaan benih bersertifikat dan perawatan/pemupukan yang baik maka sekarang pada umur 28 bulan produksi mencapai 750 Kg TBS Ha/bulan.

Baca Juga Artikel Beritanya:  Besok Ketua IKA USK Kukuhkan Amal Hasan Sebagai Ketua Ikafensy

“Keempat, tumpang sari pada lahan perkebunan. Dengan PSR petani kemudian mengupayakan lahan dengan melaksanakan tumpang sari sawit dengan tanaman pangan untuk mendapatkan niliai tambah,” jelas Agus Rizal.

Kelima, lanjut Agus Rizal, petani lebih tahu tentang budidaya sawit yang benar. Petani menjadi paham dan melaksanakan usaha sawit sesuai dengan standar teknis budidaya.

Keenam, penjualan sawit dilaksanakan kelembagaan dalam kemitraan dengan PKS.

“Ketujuh, tertib administrasi. Petani menjadi tertib dalam pelaksanaan pelaporan dan pertanggung jawaban dana peremajaan,” jelas Agus Rizal.

Namun, untuk mengajukan PSR petani masih mengalami beberapa kendala. Kendala yang paling krusial yakni masih ada lahan petani yang di klaim masuk daerah kawasan hutan.

Baca Juga Artikel Beritanya:  BI Perwakilan Aceh Gelar Penyusunan Roadmap ETPD & Workshop Penyusunan Laporan TPID Se Aceh

Dalam kesempatan itu juga Wiwik dari Direktorat Pengukuhan dan Penatagunaan Kawasan Hutan, Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, menguraikan bahwa hutan mempunyai peran strategis. Peran hutan adalah sistem penyangga kehidupan; sumber plasma nutfah; komponen penting dalam perubahan iklim; faktor penting dalam siklus tata air; fungsi sosial dan ekonomi masyarakat; sumber penyedia ruang.

“Namun, permasalahannya adalah terdapat lahan kebun sawit masyarakat di dalam kawasan hutan tetapi belum mendapat legalitas dari KLHK. Sehingga dalam hal ini kita terus mencari solusinya,” jelas Wiwik.

KLHK sudah mengidentifikasi dan menginventarisasi sawit rakyat dalam kawasan hutan dengan beberapa tahapan: Pertama, KLHK telah berkoordinasi dengan Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian, untuk mengumpulkan data sawit rakyat (By Name, By Address, By Location/Tabular dan Peta Spasial).

Baca Juga Artikel Beritanya:  Pertamina Sidak Penggunaan LPG Bersubsidi Tepat Sasaran

Kedua, melakukan pengumpulan Data Permohonan Masyarakat Kepada KLHK melalui Perhutanan Sosial dan TORA. Ketiga, mengkompilasi data Permohonan Sawit Rakyat untuk penyelesaian melalui UUCK 11 2020 dan PP No.24 Tahun 2021.

“Nah terkait dengan leagilitas inilah, masih ada beberapa kebun sawit rakyat yang berada dalam daerah kawasan sehingga legalitasnya belum pasti,” jelas Wiwik.

Ada beberapa dasar hukum penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan.
Solusi penyelesaian sawit rakyat dalam kawasan hutan tertuang dalam pasal 110 B UUCK dan PP 24 tahun 2021.

“Bahkan masyarakat yang bertempat tinggal di dalam dan/atau isekitar kawasan hutan paling singkat 5 tahun secara terus-menerus dengan luasan paling bayak 5 hektar, dikecualikan dari sanksi administratif,” jelas Wiwik.

Hal ini diharapkan jadi solusi dalam mengatasi lahan petani yang sudah dibudidayakan selama puluhan tahun. (*)

 

FANEWSID

Baca Juga

Ekonomi

Apkasindo Nilai Masih Terjadi Ketimpangan Harga TBS Petani di Nagan Raya

Ekonomi

Bank Aceh Peduli Gelar Saweu Syedara di Masjid Tuha

Daerah

Pemkab Nagan Raya bersama Bank Aceh Syariah Jalin Kerja Sama Penerapan KKPD

Ekonomi

PT PEMA dan BPRS Mustaqim Perkuat Sinergitas Kerjasama Antar BUMA

Ekonomi

BSI, BI, DMI, bersama Pemko Banda Aceh Luncurkan Infaq Rp1 Via QRIS BSI

Ekonomi

Komut Bank Aceh : UMKM Pilar Penting Akselerator Perekonomian
Jaga Stabilitas Harga Pangan Saat Lebaran,Opsi Impor Dibuka Lagi

Ekonomi

Jaga Stabilitas Harga Pangan Saat Lebaran,Opsi Impor Dibuka Lagi

Ekonomi

BI Fokus Kembangkan Digitalisasi dan Pengembangan Ekonomi Syariah