FANEWS.ID – Program Pemerintah Aceh melakukan program pengembangan sapi Aceh di Pulo Raya, Kabupaten Aceh Jaya mendapat dukungan dan apresiasi dari berbagai pihak. Salah satunya datang dari pemerhati Ekonomi dan Perbankan, Amal Hasan.
“Kita sambut baik upaya ini, dan kita menyarankan agar dalam pelaksanaanya dilakukan secara terintegrasi yang didukung dengan pendampingan dan pemanfaatan teknologi,” ujar Amal Hasan yang juga menjabat sebagai Ketua Ikatan Alumni Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (IKAFENSY).
Dirinya menyarankan agar program tersebut perlu dilakukan secara terintegrasi dengan berbagai sektor lainnya sehingga lebih efektif, lebih produktif dan bernilai tambah secara ekonomis. Apalagi, sapi Aceh sebagai plasma nuftah merupakan kekayaan daerah yang perlu dilestarikan dan dikembangkan secara berkelanjutan, terintegrasi ke sektor pendukung agar pengembangannya bisa lebih efisien.
Sehingga dari hulu ke hilir, mulai dari pembibitan, pemberdayaan petani, hingga adanya pasar hewan, rumah potong dan penjualan hasil. Ekonom dan bankir yang pernah menjabat sebagai Direktur Dana dan Jasa Bank Aceh ini yakin kualitas dan produksi daging sapi Aceh sangat diminati pasar, sehingga harga daging di Aceh selalu lebih kompetitif dibandingkan daerah lain, apa lagi untuk kebutuhan pada momen-momen tertentu seperti hari meugang dan hari besar lainnya.
“Untuk kebutuhan konsumsi sehari-hari dan stock untuk meugang tiga kali dalam setahun saja cukup besar, bahkan terkadang tidak mampu dipenuhi dengan daging lokal dan harus dipasok dari daerah tetangga untuk memenuhi permintaan pasar,” ujar Amal Hasan.
Berdasarkan data statistik katanya, produksi sapi Aceh tahun 2022 itu lebih 12.000 ton, dan ini hanya untuk pasar lokal di Aceh saja. Jadi prospeknya sangat bagus, karena kebutuhan daging sapi Aceh setiap tahunnya terus meningkat.
Lebih lanjut Ketua Umum IKAJAYA (Ikatan Keluarga Aceh Jaya) ini menambahkan, ditetapkannya sapi Aceh sebagai plasma nutfah oleh Kementerian Pertanian beberapa waktu lalu itu juga bisa menjadi nilai tambah, sehingga sapi Aceh tidak hanya dikembangkan untuk memenuhi pasar lokal saja.
Tetapi ke depan juga harus dipikiran bagaimana bisa menjadi dipasarkan ke luar, bahkan bisa menjadi komoditas ekspor.
Tentunya selain plasma nutfah yang itu tadi pengembangannya secara terintegrasi, juga perlu adanya komitmen yang kuat terutama dari pemerintah daerah.
“Selama ini komitmen itu sudah kita lihat, salah satunya dengan penanaman rumput untuk kebutuhan pakan ternak dan penyediaan lahan tempat pengembala. Hal-hal seperti ini harus terus dilakukan dan ditingkatkan,” lanjut Amal Hasan.
Yang tak kalah pentingnya kata Ketua Perhumas Aceh ini, harus adanya blue print yang jelas dengan target yang terukur dalam melakukan pengembangan sektor peternakan yang terintegrasi dengan sektor pertanian, serta pemberdayaan kelompok peternak sapi yang terkoneksi dengan sistem perbankan sebagai penyedia fasilitas pembiayaan.
“Pemerintah bisa menjembatani kelompok peternak dengan perbankan untuk memperoleh modal usaha, memberi pelatihan manajemen usaha, sehingga mereka bisa bangkit dan naik kelas menjadi lebih mandiri. Kita ingin nanti dari kelompok peternak itu bisa lahir pengusaha-pengusaha sukses dengan membawa brand sapi Aceh sebagai ikon daerah,” pungkas Amal Hasan(red/InfoPublik)