FANEWS.ID – Rencana pemindahan pengungsi Rohingya yang kini menempati basement gedung Balee Meuseuraya Aceh (BMA) ke markas Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh di Ajun, Aceh Besar, batal dilakukan akibat penolakan keras dari warga setempat.
“Kemarin kita sudah panggil tokoh masyarakat, pemuda, dan camat. Kita kasih penjelasan, tapi masyarakat menolak,” kata Pengurus PMI Aceh, Musni Haffas, Kamis (4/1).
Musni menjelaskan, dalam koordinasi tersebut pihaknya juga memberikan penjelasan kepada tokoh masyarakat jika PMI sebagai lembaga tertinggi di negara yang mengurusi persoalan kemanusiaan.
“Kita beri pengertian kepada tokoh masyarakat bahwa PMI ini satu-satunya yang bisa menangani mereka (pengungsi), karena kita ini lembaga netral,” ujarnya.
Sebelumnya, kata Musni, pihaknya telah melihat beberapa penolakan dari warga terhadap wacana pemindahan tersebut, seperti pemasangan spanduk penolakan di lokasi. Menurutnya, penolakan itu akibat anggapan masyarakat terkait perilaku sosial para pengungsi Rohingya.
“Ya menolak karena efek yang akan ditimbulkan, mulai dari sanitasinya, jaminan keamanannya. Kemudian juga berapa lama mereka ditampung itu belum ada kejelasannya,” tutupnya.
Ditolak Warga?
Rencana pemindahan pengungsi Rohingya yang saat ini ditampung sementara di Banda Aceh, Sabang dan Aceh Timur ke Markas Palang Merah Indonesia (PMI) Aceh, ditolak warga.
Hal tersebut berdasarkan hasil rapat koordinasi antara PMI Aceh bersama masyarakat setempat, tokoh adat, keuchik, camat dan juga perwakilan dari United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), sebagai tindak lanjut dari keputusan pemerintah pusat untuk penempatan sementara pengungsi Rohingya di tiga kabupaten/kota di Aceh.
“Tadi kita sudah rapat koordinasi dengan tokoh masyarakat, pemuda, keuchik dan camat berdasarkan hasil keputusan untuk memindahkan pengungsi ke PMI Aceh, tapi masyarakat tidak mendukung, masyarakat menolak untuk ditempatkan di PMI,” kata Pengurus PMI Aceh, Musni Haffas saat dikonfirmasi.
Musni mengatakan penolakan tersebut berdasarkan anggapan masyarakat terkait perilaku sosial para pengungsi Rohingya.
“Berdasarkan pengalaman, mereka (pengungsi) yang lahir di pengungsian, tidak bersosialisasi seperti kita, mereka itu dianggap ekstrem. Karena itulah masyarakat tidak mau hal-hal negatif terjadi,” katanya.
Akan tetapi, kata Musni, PMI sebagai lembaga kemanusiaan tertinggi dapat saja menerima para pengungsi, tapi tidak bisa ditindaklanjuti karena hasil dari koordinasi dengan masyarakat menolak keras terhadap penempatan sementara itu.
“Kita melihat PMI ini lembaga kemanusiaan yang tertinggi. Kalau PMI saja tidak bisa menerima, tidak ada lagi yang bisa menerimanya, karena PMI ini lembaga kemanusiaan, tapi masyarakat yang tidak menerima, PMI menerimanya saja,” ujarnya.
Hal senada juga disampaikan Kapolsek Darul Imarah, Iptu Hendra Saputra yang menyatakan penolakan masyarakat terhadap penempatan sementara pengungsi Rohingya ke Markas PMI Aceh, yang ada di Desa Ajuen Jeumpet, Darul Imarah, Aceh Besar.
“Iya, tadi itu sudah ada koordinasi dari PMI, UNHCR, sama tokoh masyarakat. Untuk saat ini masyarakat menolak,” katanya.
Iptu Hendra mengatakan pemindahan tersebut masih belum dapat dilakukan karena adanya penolakan dari masyarakat.
“Nanti itu mereka laporkan kembali ke pusat karena PMI itu perintah dari pusat,” tutupnya. (red/habaaceh)