FANEWS.ID – Dalam periode Januari sampai Desember 2023, YBHA mencatat dan mendapatkan data dari Mahkamah Syar’iyah Aceh ada sebanyak 6.091 Pasangan yang mengajukan proses perceraian di seluruh Aceh.
Jika dihitung dengan acuan dalam setahun 365 hari, maka ada 17 pasangan yang bercerai setiap harinya. Perceraian ini terbagi dalam 2 katagori, baik cerai gugat maupun cerai talak.
Kabupaten Aceh Utara, Aceh Tamiang, Aceh Tengah, Aceh Timur dan Bireuen menjadi 5 daerah tertinggi permohonan perceraian tersebut. Angka ini sungguh mengiris hati dan perhatian publik. Rumah tangga yang seharusnya dibangun atas dasar cinta dan kasih sayang pada awalnya, mesti berakhir dengan perceraian.
“Tentu banyak penyebab yang terungkap adalam setiap perceraian itu. Dan langkah perceraian adalah alternatif terakhir yang diambil,” ujar Manager Kasus dan Advokasi Vatta Arisva.
Dikatakan, Yayasan Bantuan Hukum Anak (YBHA) Peutuah Mandiri, cukup prihatin dengan tingginya angka perceraian yang terjadi di Provinsi Aceh ini. Sebenarnya angka tersebut mesti menjadi tanggungjawab bersama agar kedepannya dapat ditekan semakin berkurang.
“Peran lembaga peradilan yang memutus perceraian, tentunya mesti mengefektifkan proses mediasi agar jangan sampai perceraian terjadi.”ujarnya.
Menurutnya, peran lembaga peradilan sudah sepatutnya mengupayakan secara maksimal agar setiap rumah tangga yang berada diujung tanduk tersebut dapat kembali harmonis dan damai.
“Sehingga tujuan pernikahan yakni sakinah mawaddah dan warahmah dapat tercapai,” ungkapnya.
Sambungnya, peranan lembaga peradilan diatas, tentu mesti didukung oleh berbagai pihak. KUA sebagai corong awal perkawinan, sudah semestinya mendorong upaya penyadaran pra-perkawinan bagi setiap pasangan yang akan menikah.
Para calon pengantin mestilah diberikan pemahaman yang utuh akan potensi gejolak-gejolak yang akan terjadi dalam rumah tangga nanti, serta solusi cara menghadapi hal tersebut.
“Karena harus kita akui, niat menikah pada awalnya sangat mulia, akan tetapi seiring berjalan mulai muncul distraksi dalam rumah tangga yang sebagiannya tidak sanggup menghadapi hal tersebut dan memilih jalur percaraian,” jelasnya.
Setiap rumah tangga pasrti ada keributan. Proses pendewasaan suami istri bukanlah dari banyaknya konflik yang terjadi, akan tetapi dari bagaimana suami dan istri belajar dalam setiap konflik mereka agar dapat menjadi semakin baik dalam berumah tangga.
YBHA mendesak KUA harus membuka ruang terbuka bagi kedua pasangan yang akan melangsungkan perkawinan untuk membicarakan dari hati kehati terkait perbedaan pandangan, pekerjaan (ekonomi), mendidik anak dan lain sebagainya yang bisa saja muncul dikemudian hari. Dengan adanya pembicaraan tersebut yang berpondasikan pengetahuan agama yang cukup, dapat memperkokoh kehidupan berumah tangga.
Kemudian adanya penekanan-penekanan terkait kedewasaan dalam menghadapi suatu masalah mestilah dikedepankan.
Walaupun materi terkait dengan membangun dan merencanakan rumah tangga, dinamika, kebutuhan, serta kesehatan reproduksi dan ketahanan rumah tangga sudah menjadi bahan materi pranikah di seluruh KUA.
Sehingga kita berharap bukan hanya sekedar penyampaian akan materi tersebut, namun lebih kepada sejauh mana materi tersebut mampu untuk direalisasikan.(red/InfoPublik)