Banda Aceh-FANEWS.CO|• Aroma tak sedap kembali menyeruak di tubuh Bank Aceh Syariah, memicu tanda tanya besar di benak masyarakat Aceh. Dewan Pimpinan Pusat Corruption Investigation Committee (DPP CIC) tanpa tedeng aling-aling mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bertindak tegas.
Desakan terkait dengan dua nama calon Direktur Utama Bank Aceh Syariah yang diusulkan oleh Pemegang Saham Pengendali (PSP), yaitu Gubernur Aceh, melalui Tim Komite Remunerasi BAS. Siapakah mereka, dan mengapa rekam jejak mereka menjadi sorotan? Inilah yang akan kita ulas.
Ketua Harian DPP CIC, Sulaiman Datu,membuka tabir dengan mengungkapkan bahwa Syahrul, pada saat menjabat sebagai Pemimpin Divisi Perencanaan, dinilai tidak memenuhi syarat yang telah digariskan dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (AD/ART) PT. Bank Aceh Syariah.
“Menurut kami, Syahrul tidak memenuhi ketentuan yang telah diatur dalam AD/ART. Komite remunerasi terkesan mengabaikan atau tidak memahami aturan tersebut,” tegas Sulaiman Datu kepada wartawan, Jumat (22/8/2025).
Tak hanya itu, Sulaiman Datu juga menyoroti integritas Fadhil Ilyas, yang saat ini menjabat sebagai Direktur Bisnis. Menurutnya, Fadhil Ilyas tercatat pernah dua kali gagal dalam fit and proper test yang diselenggarakan oleh OJK. Catatan ini, menurut Sulaiman Datu, berpotensi membahayakan kredibilitas institusi.
Menyikapi kondisi tersebut, CIC secara tegas meminta OJK untuk segera mengeluarkan surat resmi penolakan terhadap kedua nama tersebut. “Jika tidak, kami akan membawa masalah ini ke Dewan Pengawas OJK,” ujar Sulaiman Datu, menegaskan keseriusan pihaknya dalam mengawal
Sebagai langkah antisipatif, CIC juga mendesak Pemerintah Aceh selaku pemegang saham untuk segera menggelar Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPS LB). RUPS LB diharapkan dapat menghasilkan pembentukan tim seleksi (Timsel) baru yang profesional dan transparan.
Lebih lanjut,Sulaiman Datu menyoroti kondisi internal Bank Aceh Syariah yang disebutnya tidak sehatterus bergejolak, dan terpecah belah. Kondisi ini, menurutnya, diakibatkan oleh lemahnya pengawasan dari Dewan Komisaris, yang notabene merupakan perwakilan pemegang saham.
“Bank Aceh Syariah adalah lumbung peng ureung Aceh (uang rakyat Aceh).Dana pihak ketiga lebih besar dari pemegang saham.Jangan sampai kepercayaan publik hilang,” tegasnya, menekankan pentingnya menjaga kepercayaan masyarakat terhadap Bank Aceh.
Untuk diketahui di tengah pusaran masalah tersebut satu nama mencuat sebagai kunci penentu arah Bank Aceh ke depan: Muzakir Manaf, atau yang akrab disapa Mualem. Sebagai Pemegang Saham Pengendali (PSP), Mualem memiliki kekuatan untuk mengambil sikap tegas. Akankah Mualem berani melawan arus kepentingan dan berpihak pada rakyat Aceh? Waktu akan menjawabnya.(***)