Bagi saya, selalu menarik mendengar cerita terkait adat kebiasaan indatu/tetua. Emak suka kehalusan sikap orangtua dulu yang menunjukkan besarnya rasa malu yang dimiliki mereka. Itu semua terbentuk oleh tingkat keimanan yang dimiliki mereka, bukankah malu itu sebahagian dari iman?
Kebiasaan orangtua dulu juga penuh nilai-nilai kemanusia, saling menghargai dan ukwah islamiah yang tinggi.
Ini misalnya, sedekah yang dibawa keluarga besan dari pihak keluarga yang kemalangan/meninggal dunia. Saat keluarga besan ini mengetahui ada keluarga dari menantunya yang meninggal, maka ia akan mengajak tetangga serta saudara-saudaranya untuk bersama-sama pergi ke rumah duka. Mereka membawa sedekah berupa uang sesuai kemampuan masing-masing. Uang-uang tersebut dimasukkan pada ujung sapu tangan dan disimpul dengan rapi.
Simpul yang terjadi sesuai dengan jumlah orang yang akan pergi ke kesana. Ujung dari simpul tersebut disambungkan ke simpul pada saputangan lainnya. Begitu seterusnya hingga semua saputangan yang berisi sedekah tersebut habis. Selanjutnya saputangan tersebut disatukan dengan rapi, semakin banyak saudara atau tetangga yang ikut maka akan semakin besar “buntelan” yang terbentuk.
Sesampai dirumah duka, “buntelan” sapu tangan ini akan diterima pihak keluarga untuk selanjutnya dibuka simpulnya satu persatu oleh istri keuchik dan istri Imeum Meunasah. Menariknya, setiap simpul yang di buka maka duit yang diambil hanya setengahnya saja, setengahnya lagi disimpulkan kembali pada saputangan tersebut. Demikian pula untuk simpul lainnya kecuali simpul yang paling besar tidak boleh dibuka. Simpul terbesar tersebut adalah pemberian keluarga besar dari almarhum/ah.
Saat rombongan keluarga besan ini pamit pulang, maka “buntelan” saputangan itu diserahkan kembali.
Demikianlah adat yang berlaku di Aceh Besar. Adat ini menggambarkan tentang gotongroyong serta harapan agar silaturrahim tetap berlanjut atau tidak putus dengan peristiwa kematian ini (filosofi sedekah yg dikembalikan setengahnya dan saputangan yang saling terikat). Sumber : Majelis Adat Aceh
Penulis : Yusriana
Seudeqah
#cerita_mamakku_sore_ini