FANEWS.ID – Ahli menyebut suara roket memiliki dampak buruk bagi hewan dan manusia, bahkan suara ini dapat membunuh mereka yang berdiri terlalu dekat dengan roket tersebut.
“Ketika pesawat ulang-alik [antariksa] lepas landas, mesin utama menderu begitu keras sehingga orang yang berdiri di dekat landasan dapat terbunuh – bukan karena panasnya knalpot, tetapi karena suara mesin,” ujar Rodney Rocha, mantan kepala insinyur struktural di Johnson Space Center NASA di Houston pada 2005, dikutip dari Space.
Dengan jumlah peluncuran roket tahunan yang terus meningkat, dampak tersebut akan semakin terasa.
Sayangnya, dampak dari peluncuran ini terhadap satwa liar di sekitarnya, terutama pada spesies yang terancam punah, belum terdokumentasi dengan baik.
Peluncuran roket saat ini menjadi aktivitas antariksa yang terus meningkat. Pada 2022 saja ada 180 peluncuran roket yang berhasil. Angka ini sebagian besar dicatatkan oleh SpaceX, yang mengirimkan roket ke orbit rata-rata setiap enam hari sekali.
“Jika itu terjadi setiap minggu, setiap beberapa hari, apakah ada implikasinya? Hal itu belum diteliti,” kata Lucas Hall, seorang ahli ekologi satwa liar di California State University.
Hall dan rekan-rekannya sedang berupaya mendalami dampak tersebut usai mendapatkan dana sebesar hampir US$1 juta dari Korps Insinyur Angkatan Darat Amerika Serikat selama tiga tahun.
Mereka berencana mengamati dampak jangka pendek dan jangka panjang dari peluncuran roket terhadap burung-burung yang terancam punah dan hewan-hewan lain yang berada di sekitar Pangkalan Angkatan Udara Vandenberg, California.
Vandenberg secara historis menjadi tuan rumah bagi lima hingga 15 peluncuran roket setiap tahunnya. Namun, pada 2030, jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi setidaknya 50 hingga 100 peluncuran setiap tahunnya.
Dampak dari intensitas peluncuran sebanyak itu terhadap satwa liar bisa jadi signifikan.
Pangkalan tersebut membentang seluas 40.300 hektare, mencakup 68 kilometer dari garis pantai dan merupakan rumah bagi 17 spesies tanaman dan hewan yang terancam punah.
Jumlah tersebut merupakan salah satu wilayah dengan tingkat flora dan fauna terancam paling tinggi di benua Amerika Serikat.
Mereka berencana untuk menggunakan kamera untuk menangkap reaksi hewan terhadap proses lepas landas serta perekam suara khusus untuk mendokumentasikan perubahan kicau burung.
Tim peneliti yang terdiri dari ahli biologi satwa liar dan ahli akustik, mencoba untuk menentukan ukuran yang sejauh ini masih samar-samar.
Secara garis besar, para peneliti mengetahui bahwa kebisingan, terutama yang berasal dari sumber manusia, dapat memiliki dua jenis dampak pada hewan, yakni gangguan pendengaran dan efek psikologis seperti stres.
Infografis Dan Bumi pun Makin PanasInfografis Pemanasan Global. (CNNIndonesia/Basith Subastian)
Beberapa peneliti berpendapat polusi suara kronis juga dapat berdampak jangka panjang pada perilaku hewan.
Itu termasuk perubahan dalam cara burung mendeteksi tanda panggilan, yang merupakan ekspresi vokal yang digunakan oleh banyak hewan untuk memperingatkan satu sama lain tentang adanya predator.
Dalam sebuah studi pada September 2022, para peneliti menyebut burung yang tinggal di dekat bandara, di mana tingkat kebisingan secara signifikan lebih tinggi daripada di daerah pemukiman, menyesuaikan waktu dan frekuensi kicauannya.
Dalam beberapa kasus, mereka berkicau lebih awal di pagi hari “untuk mendapatkan lebih banyak waktu berkicau tanpa gangguan sebelum lalu lintas udara dimulai.” Namun, masih banyak yang belum diketahui tentang dampak jangka panjang dari kebisingan antropogenik terhadap perilaku hewan. (*)
Sumber : CNN Indonesia