FANEWS.ID – Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menjatuhkan sanksi pemberhentian Anwar Usman dari jabatan Ketua MK terkait dugaan pelanggaran kode etik hakim MK yang dibacakan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua MK kepada hakim terlapor [Anwar Usman],” kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan.
Jimly menyebutkan dalam salah satu putusan MKMK, Anwar Usman terbukti melanggar kode etik hakim konstitusi.
“Hakim terlapor melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim MK,” kata Jimly.
Sementara itu, MKMK memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra dalam waktu 2×24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaran pemilihan pimpinan yang harus sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Kemudian, Anwar juga tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai pimpinan MK sampai masa jabatan sebagai hakim konstitusi berakhir.
“Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” ungkap Jimly.
Pantauan Tirto, Anwar Usman dan delapan hakim MK lain tidak menghadiri agenda pembacaan putusan. Di satu sisi, para pihak yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi menghadiri agenda itu secara luring dan daring.
MKMK membacakan empat putusan berdasarkan 21 laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi. Dari empat keputusan itu, putusan nomor dua adalah putusan hakim Anwar Usman. Putusan nomor tiga, putusan hakim Saldi Isra.
Putusan nomor empat, putusan hakim Arief Hidayat. Putusan terakhir, putusan sembilan atau semua hakim MK. Untuk diketahui, ada 21 pihak yang melaporkan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi dalam perumusan putusan gugatan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
Dari 21 laporan, sebanyak 15 laporan diantaranya ditujukan untuk Anwar Usman. Kemudian, Saldi Isra empat laporan, Arief Hidayat empat laporan, serta Manahan MP Sitompul lima laporan.
Lalu, Enny Nurbaningsih tiga laporan, Guntur Hamzah lima laporan, Suhartoyo satu laporan, Daniel Yusmic tiga laporan, dan Wahiduddin Adams satu laporan.
Larang Menangani Perselisihan Hasil Pemilu
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa Ketua MK Anwar Usman dilarang ikut campur menangani perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU), baik itu Pemilihan Legislatif (Pileg), Pemilihan Presiden (Pilpres) hingga pemilihan kepala daerah (Pilkada).
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie mengatakan campur tangan Anwar Usman dalam menangani perkara hasil pemilu bisa menimbulkan konflik kepentingan.
“Hakim Terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD,” ucap Jimly saat membacakan keputusan MKMK atas dugaan pelanggaran kode etik hakim MK, di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
“Serta, pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan,” lanjutnya.
Larangan ikut campur perkara PHPU disampaikan Jimly usai memberhentikan Anwar Usman dari jabatan Ketua MK. Oleh karena itu, Jimly melalui MKMK meminta Wakil Ketua MK agar memilih Ketua MK yang baru dengan catatan Anwar Usman dilarang mencalonkan diri atau dicalonkan kembali sebagai Ketua MK.
“Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor [Anwar],” kata Jimly.
Jimly melanjutkan, amar putusan lain menyatakan Anwar melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi.
MK tolak uji materi UU Cipta Kerja
Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman memimpin sidang putusan uji materi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang di Gedung MK, Jakarta, Senin (2/10/2023). Majelis hakim MK menolak permohonan para pemohon untuk perkara nomor 40/PUU-XXI/2023 karena dinilai tidak beralasan menurut hukum. ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/hp.
Sebelumnya, MKMK juga memutuskan hakim konstitusi Arief Hidayat tidak melanggar kode etik hakim MK terkait isi perbedaan pendapatnya (dissenting opinion) dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia minimal capres-cawapres.
Namun, kata Jimly, Arief dinyatakan melanggar kode etik hakim karena memberikan pernyataan di media massa terkait putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia minimal capres-cawapres. Pernyataan Arief dalam sebuah acara itu dianggap merendahkan martabat MK.
Oleh karena dinilai melanggar kode etik, Arief diberikan sanksi teguran tertulis.
“Dua, hakim terlapor terbukti melanggar Sapta Karsa Utama sepanjang terkait pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat MK dan menjatuhkan sanksi teguran tertulis,” kata Jimly.
MKMK juga memutuskan enam hakim MK melanggar kode etik hakim MK terkait putusan batas usia capres dan cawapres.
Enam hakim MK yang terlapor dalam putusan ini adalah Manahan M P Sitompul, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, dan M Guntur Hamzah.
Sementara itu, hakim MK Saldi Isra dinyatakan tidak bersalah dalam perkara dugaan pelanggaran kode etik hakim MK terkait isi perbedaan pendapatnya (dissenting opinion) dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat usia minimal capres-cawapres.(red/Tirto)