Banda Aceh —Aceh akan kembali mengalami hari tanpa bayangan. Fenomena ini terjadi pada tengah hari saat matahari berada pada titik zenith.
Sepanjang tahun, posisi matahari terus berubah antara 23,5 derajat Lintang Utara hingga 23,5 derajat Lintang Selatan karena bumi mengelilingi matahari dengan poros yang miring. Hal ini dikenal dengan gerak semu matahari.
Kakanwil Kemenag Aceh, Dr H Iqbal SAg MAg mengajak masyarakat untuk memperhatikan hari bayangan ini, sebagai ilmu menghitung waktu dhuhur.
Masyarakat dapat menguji fenomena alam ini dengan berdiri atau meletakkan benda langsung di bawah sinar matahari ketika waktu shalat zuhur.
Ia mengatakan peristiwa ini terjadi di beberapa titik di kabupaten/kota Aceh.
“Pada saat matahari sedang berada di posisi lintang yang sama dengan pengamat di Aceh, matahari akan tepat berada di atas kepala pengamat tersebut dan bayangan yang dihasilkan akan tepat jatuh ke bawahnya,” kata Iqbal.
Pakar Falakiyah Kanwil Kementerian Agama Aceh, Alfirdaus Putra, SH. MH, mengatakan, fenomena ini dapat dimanfaatkan untuk menghitung waktu shalat dhuhur, dengan menambahkan 2-4 menit waktu ikhtiyat pada waktu kulminasi.
“Shalat dhuhur dilaksanakan setelah tergelincirnya matahari dari titik zenith. Pada hari tanpa bayangan ini, kita dapat memanfaatkan event langit ini untuk kalibrasi waktu shalat di tempat masing-masing,” ujar Alfirdaus.
Ia berharap santri, siswa, dan mahasiswa di berbagai tempat di Aceh dapat melakukan praktikum sederhana dengan meletakkan benda tegak tidak berongga seperti tongkat, spidol atau sejenisnya pada bidang datar. Setelah mencapai titik zenith, 2 sampai 4 menit setelah itu tibalah waktu dhuhur. Lalu bandingkan dengan jadwal waktu shalat yang ada di aplikasi handphone atau jadwal shalat lainnya.
“Dengan catatan, benda tersebut benar-benar tegak lurus. Bila perlu gunakan waterpass,” katanya.
Sementara Staf Observatorium Tgk Chik Kuta Karang, Rahmatul Fahmi menambahkan, hari tanpa bayangan terjadi 2 kali dalam setahun.
“Kulminasi utama terakhir di Banda Aceh terjadi pada September tahun lalu dan akan kembali terjadi pada akhir Maret hingga awal April ini. Berikutnya kembali terjadi pada September mendatang. Setiap kota di Aceh memiliki waktu kulminasi utama berbeda sesuai dengan lintang daerah tersebut,” ujar Rahmat.
Selain dapat mengamati benda tanpa bayangan pada hari tersebut, bayangan yang jatuh dari seluruh tempat di dunia pada saat itu juga sedang menghadap ke arah pengamat.
Ia mencontohkan seperti saat berdiri di bawah lampu, maka bayangan yang timbul dari cahaya bola lampu tersebut akan selalu mengarah ke arah sumber cahaya.
“Sehingga pada saat kulminasi utama terjadi di kota Mekkah pada 27-28 Mei pada pukul 16.18 WIB dan 15-16 Juli pada pukul 16.27 nanti, muslim di seluruh dunia dapat memanfaatkan fenomena ini untuk mengukur dengan tepat arah kiblat di manapun dengan hanya menggunakan bayangan matahari,” pungkasnya.
Berikut waktu kulminasi utama untuk wilayah Aceh:
Nama Kota Tanggal Waktu (WIB)
Singkil 26 Maret 12:34:32
Sinabang 27 Maret 12:40:10
Subulussalam 27 Maret 12:36:22
Tapaktuan 28 Maret 12:36:22
Kutacane 29 Maret 12:33:32
Blangpidie 30 Maret 12:37:08
Blang Kejeren 30 Maret 12:35:07
Karang Baru 31 Maret 12:31:56
Sukamakmue 31 Maret 12:38:57
Meulaboh 31 Maret 12:39:41
Langsa 1 April 12:32:00
Simpang 3 Redelong 1 April 12:36:24
Takengon 1 April 12:36:30
Calang 1 April 12:41:33
Idi Rayeuk 2 April 12:32:29
Lhoksukon 2 April 12:34:18
Lhokseumawe 2 April 12:35:01
Bireun 2 April 12:36:46
Meureudu 3 April 12:38:14
Sigli 3 April 12:39:27
Jantho 3 April 12:40:35
Banda Aceh 3 April 12:42:01
Sabang 4 April 12:41:42