Jakarta – Kemitraan antara industri dengan petani dan pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sebagai pemasok bahan baku dan bahan baku penolong dalam neraca komoditas perlu didorong. Hal ini penting untuk memastikan proses penyerapan komoditas di dalam negeri dapat berjalan optimal.
Direktur Eksekutif Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Danang Girindrawardana, menjelaskan petani, peternak, dan UMKM merupakan pihak-pihak yang selama ini banyak berkutat dengan bahan baku industri. Ia mencontohkan, industri pengolahan susu membutuhkan pasokan bahan baku yang sangat besar.
Namun, pengusaha kerap kesulitan mengetahui jumlah produksi dan kualitas bahan baku yang mampu dihasilkan dari dalam negeri.
“Untuk mendapatkan data peternak susu, peternak sapi itu sulitnya bukan main, sehingga industri hanya bisa menyerap 20% dari dalam negeri dan 80% impor,” kata Danang dalam keterangannya, Minggu (21/3/2021).
Hal yang sama juga terjadi pada komoditas lain seperti tembakau. Dengan ketidakpastian tersebut, pelaku usaha tetap berupaya untuk menjaga keberlanjutan operasional dengan berbagai solusi pasokan bahan baku, sehingga memungkinkan proses produksi tidak berhenti.
Danang menjelaskan, terkait bahan baku dan bahan penolong, industri membutuhkan dua jenis data yaitu jumlah produksi (kuantitas) dan kualitas produknya. Proses kemitraan yang dibangun antara industri dengan petani sebagai pemasok dipercaya mampu membantu menyelesaikan dua kebutuhan tersebut. Selain kemitraan, akurasi data dalam neraca komoditas juga mutlak diperlukan.
Selama ini, sering kali terjadi kekeliruan di lapangan terhadap data bahan baku atau bahan baku penolong yang diperlukan oleh industri.
“Ini harus menjadi fokus penyusunan neraca komoditas,” ungkap Danang.
Asisten Deputi Pengembangan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Atong Soekirman, menambahkan neraca komoditas nantinya akan memiliki beberapa fungsi. Pertama, neraca komoditas sebagai referensi tunggal bagi para pemangku kepentingan, termasuk industri, di mana seluruh proses pembuatan kebijakan akan berdasarkan pada data.
Neraca komoditas, lanjutnya, tidak lagi hanya diperlakukan sebagai kebijakan sektor hilir, melainkan dapat menjadi kebijakan sektor hulu. Maksudnya, neraca ini tidak hanya memuat data jumlah, tetapi juga menyangkut kualitas dari sebuah komoditas tertentu.
Dengan demikian, produsen bahan baku industri tidak hanya mampu memenuhi kuantitas yang dibutuhkan, melainkan juga kualitas yang disyaratkan.
Kedua, neraca komoditas akan menjadi dasar pengambilan keputusan pemerintah baik presiden maupun menteri. Kebijakan tersebut antara lain menyangkut jumlah pasokan, sebaran komoditas, harga, hingga dukungan logistik yang dibutuhkan.
Sumber: detikFinance