FA NEWS.ID – Peneliti Klimatologi pada Pusat Riset Iklim dan Atmosfer di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin menyarankan fasilitas kilang dan depo Pertamina memiliki sistem pemantauan cuaca lokal.
Menurutnya, hal itu untuk mengantisipasi dampak dari cuaca ekstrem yang bisa membahayakan fasilitas dan permukiman warga di sekitar.
“Satu site Pertamina harus punya sistem pantauan cuaca yang bersifat lokal,” kata dia secara virtual, Jumat (10/3).
Ia menjelaskan pemantauan cuaca yang bersifat lokal itu nantinya akan memberi laporan terkini cuaca tiap dua menit sekali.
Sehingga, kata Erma, petugas di lapangan bisa mengambil langkah mitigasi jika ada bencana baik itu hujan ekstrem maupun sambaran petir akibat awan konvenktif.
“Karena kalau yang bertugas tahu, itu (bencana) bisa diantisipasi,” ujarnya.
Menurut Erma, penangkal petir yang ada di setiap wilayah fasilitas kilang atau depo Pertamina tidaklah cukup. Pasalnya, ada blankspot area yang tidak dijangkau oleh penangkal petir.
“Kekuatan atau intensitas dari petir bisa jadi sangat kuat, bahkan sudah ada penangkal petir-pun masih bisa menjangkau. Artinya bisa jadi ada area yang bolong memungkinkan saja menyambar,” ujarnya.
Sebelumnya, Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) alias depo Pertamina di Plumpang, Jakarta Utara terbakar pada Jumat (03/03), sekitar pukul 20.20 WIB.
Belasan orang dilaporkan meninggal dunia, serta puluhan mengalami luka bakar. Sejauh ini, belum diketahui secara pasti penyebab dari kebakaran tersebut. Namun diduga ada kebocoran pipa akibat dari sambaran petir.
Meski demikian, beberapa kasus kebakaran kilang di masa lalu memang melibatkan sambaran petir. Misalnya, kasus di Balongan dan Cilacap. (*)
Sumber : CNN INDONESIA