Potongan video teaser “Ratoh Lam Jaroe Cucoe Di Radja”. Sumber: instagram/cucoediradja
FANews.id | Pertunjukan seni “Ratoh Lam Jaroe Cucoe di Radja” akan ditampilkan secara virtual melalui akun YouTube “Cucoe di Radja” pada Minggu, 21 Maret 2021, pukul 20.00 WIB. Pertunjukan seni tersebut digelar di Gedung Kesenian Jakarta, namun belum bisa dinikmati secara langsung karena peraturan dari pemerintah terkait pandemi COVID-19.
“Ratoh Lam Jaroe Cucoe di Radja” akan menceritakan tentang perjalanan tari “Ratoh Jaroe” yang ditampilkan dengan konsep seni drama, tari, dan musik. Pertunjukan seni yang diproduseri oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh itu melibatkan beberapa sanggar tari seperti Seni Budaya Khatulisitwa, Maheswari, dan Swargalokaart.
Selain itu, pertunjukan seni yang digarap selama lebih kurang dua setengah bulan tersebut juga merupakan pertunjukan pertama dari “Cucoe di Radja” sebagai sebuah komunitas seni yang didirikan pada akhir tahun 2020 lalu.
Menurut Safrullah atau biasa dipanggil Aloel–inisiator komunitas Cucoe Di Radja dan Music Director pertunjukan seni tersebut, “Ratoh Lam Jaroe” merupakan sebuah nama yang menjelaskan kondisi tari “Ratoh Jaroe” yang saat ini sudah dikenal oleh publik dan berada dalam genggaman pelaku-pelaku seni tari “Ratoh Jaroe”.
Sedangkan “Cucoe di Radja” merupakan slogan yang ditujukan kepada orang-orang Aceh.
Sebuah Perjalanan Penciptaan
“Sebuah Perjalanan Penciptaan” adalah idiom yang digunakan pada pertunjukan seni “Ratoh Lam Jaroe Cucoe Di Radja”. Kalimat tersebut merujuk kepada perjalanan dan perjuangan Yusri Saleh atau biasa dipanggil Dek Gam-sosok yang menciptakan tari Ratoh Jaroe-.
Merantau ke Jakarta pada tahun 1999 bermodalkan kemampuan seni tari dan pengetahuan tentang budaya Aceh, Dek Gam memulai perjalanan dan perjuangannya untuk memperkenalkan tari “Ratoh Jaroe” kepada pelajar di sekolah-sekolah yang ada di Jakarta.
Pada awal Dek Gam di Jakarta, ia melihat perbedaan kondisi antara tarian Aceh dengan daerah-daerah lainnya. Ia mengatakan perbedaan yang dilihatnya adalah tari Aceh hanya didominasi oleh satu sampai dengan dua tarian saja. Berangkat dari hal itu ia mulai memperkenalkan tari “Ratoh Jaroe” kepada publik.
Perjalanan dan perjuangan Dek Gam untuk memperkenalkan tari “Ratoh Jaroe” hingga dikenal dan diterima sampai saat ini bukan hal yang dicapai dengan mudah, misalnya seperti dibayar dengan seadanya untuk melatih pelajar-pelajar di Jakarta.
Selain itu, sejak awal ia memperkenalkan tari “Ratoh Jaroe” pro dan kontra terkait nama tari tersebut sering terjadi. Tidak sedikit publik yang mengenal tari “Ratoh Jaroe” sebagai tari “Saman”. Menurut Dek Gam tari “Ratoh Jaroe” memiliki perbedaan dengan tari “Saman”.
Tidak hanya dengan tari “Saman” perdebatan tentang tari “Ratoh Jaroe” yang disamakan dengan tari “Rateb Meuseukat” juga pernah terjadi. Namun pada akhir tahun 2009 dengan dibantu oleh seniman-seniman Aceh lainnya, tari yang diperkenalkan oleh Dek Gam tersebut disepakati dengan nama “Ratoh Jaroe”.
“Jadi terbesit lah kita Ratoh Jaroe. Ratoh tetap kita pakek karna itu melambangkan Acehnya tapi karna ini lebih banyak bergerak di bidang tangan, maka muncullah Ratoh Jaroe”, jelas Dek Gam.
Saat ini tari “Ratoh Jaroe” sudah sangat dikenal oleh publik, baik di dalam maupun luar Jakarta. Tidak sedikit lembaga pendidikan mulai dari Sekolah Dasar hingga Universitas yang mempelajari dan menampilkan tari tersebut.
Bahkan, tari tersebut ditampilkan pada pembukaan “Asian Games” pada tahun 2018 ketika Indonesia menjadi tuan rumah.
Filosofi Ratoh Jaroe dan Universalitas Cerita Perjalanan Harris Syaus–Sutradara Ratoh Lam Jaroe Cucoe di Radja-, mengatakan beberapa gerakan dari tari “Ratoh Jaroe” mengandung filosofi semangat kebersamaan, kerja keras, kecepatan, ketepatan, dan kekompakan.
“Kita butuh ini –kekompakan, semangat, kerja keras, kecepatan, ketepatan-dalam menyalurkan bantuan misalnya dalam konteks COVID-19. Terus kelenturan, jangan terlalu kaku dengan peraturan-peraturan yang ada jika berhadapan dengan hal-hal di lapangan. Kan bisa lentur, bisa menyesuaikan,” tuturnya.
Filosofi gerak dari tari “Ratoh Jaroe” itu pula menjadi pesan yang ingin disampaikan melalui pertunjukan seni “Ratoeh Lam Jaroe Cucoe Di Radja”.
Menurut Dek Gam, cerita yang ditulis oleh Harris dalam naskah “Ratoh Lam Jaroe Cucoe di Radja” memang menceritakan tentang perjalanan dan perjuangannya namun hal itu berlaku secara universal.
“Makanya mas Harris bilang ‘Dek Gam, ini bukan hanya Dek Gam tapi semua seniman-seniman yang mengadu nasib di Jakarta tapi diambil dari cerita Dek Gam”, ucapnya.
Selain itu, Harris mengatakan bahwa perjalanan dan perjuangan yang dilalui oleh Dek Gam juga dilalui oleh setiap orang yang pantang menyerah dan terus berjuang. Hal itulah menurutnya yang menjadi hakikat dari perjalanan tari “Ratoh Jaroe”.
Dengan konsep seni drama, tari, dan musik, pertunjukan seni, “Ratoh Lam Jaroe Cucoe Di Radja” tidak hanya akan menampilkan tari “Ratoh Jaroe” tetapi juga akan menampilkan tari kontemporer dan melodrama. Melalui konsep tersebut cerita tentang perjalanan dan perjuangan Dek Gam akan disampaikan.
Sumber : Kumparan