Sebenarnya tidak ada larangan untuk menjual pakaian bekas, yang dilarang adalah jika yang dijual pakaian bekas dari Impor”
BANDA ACEH – Impor Pakaian Bekas di Indonesia akhir-akhir ini sangat diminati oleh beberapa Importir, hal ini terjadi karena banyaknya minat membeli pakaian bekas atau lebih sering di kenal dengan kegiatan “thrifting” oleh kawula pemuda di Indonesia. Thrifting merupakan aktivitas berbelanja pakaian bekas. Bagi sebagian orang, thrifting menjadi alternatif berbelanja produk bermerek dengan harga miring.
Selain alasan mengapa banyak yang meminati terkait Impor Pakaian Bekas ini. Namun, masyarakat perlu juga melihat terkait isu hukum yang menyangkut hal tersebut, hal terkait larangan barang-barang yang Impor dan Ekspor itu sendiri diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang barang dilarang Ekspor dan barang dilarang Impor.
Adapun alasan mengapa Pemerintah melarang beberapa barang untuk di Impor dan Ekspor itu seperti untuk melindungi Keamanan Nasional atau kepentingan umum, termasuk sosial, budaya, dan moral masyarakat untuk melindungi hak kekayaan intelektual dan/atau untuk melindungi kesehatan dan keselamatan manusia, termasuk lingkungan hidup.
Kepala Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Disperindag) Aceh, Ir. Mohd. Tanwier, MM melalui Kepala Bidang Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN), Munardi, SH, MH menjelaskan bahwa, Pemerintah tidak melarang bisnis baju bekas di dalam negeri, seperti thrifting. Namun sesuai peraturan, hal yang dilarang adalah mendatangkan baju bekas dari negara-negara lain. Impor baju bekas tak diizinkan karena berisiko terhadap kesehatan dan merusak industri dalam negeri.
“Sebenarnya tidak ada larangan untuk menjual pakaian bekas, yang dilarang adalah jika yang dijual pakaian bekas impor. Karena secara kesehatan, setelah dilakukan pengecekan di lab, pakaian bekas impor dinilai mengandung jamur kapang. Meskipun telah dicuci berulang kali, jamur ini tidak akan hilang semudah itu. Dan jika terkena langsung dengan kulit, jamur kapang dapat menimbulkan reaksi alergi pada kulit, gatal-gatal, bahkan infeksi,” jelasnya.
Untuk itu, Munardi meminta para Importir khususnya di Aceh untuk tidak mengimpor barang yang dilarang Impor dalam hal ini yaitu Pakaian Bekas, dan bagi siapa yang melanggar maka akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undagan dalam hal ini yaitu, UU Perdagangan.
“Dalam UU Perdagangan itu sendiri pun diatur bahwa Importir wajib mengimpor barang Impor dalam keadaan baru, kecuali ditentukan lain oleh Pemerintah Pusat. Dan bagi Importir yang melanggar larangan tersebut di ancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan / atau pidana paling banyak Rp 5 Miliar,” jelasnya.
Lebih lanjut, Munardi menjelaskan pemerintah pusat dan pemerintah daerah berwenang untuk mengawasi terakit Impor Pakaian Bekas, pemerintah juga berkewenangan untuk menindaki seperti pelarangan mengedarkan untuk sementara waktu dan / atau perintah untuk menarik barang dari distribusi atau menghentikan kegiatan jasa yang diperdagangkan yang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perdagangan dan / atau pencabutan perizinan berusaha.
Jika dalam pengawasan ini ditemukan bukti awal dugaan terjadi tindak pidana di bidang perdagangan, maka petugas pengawas akan melaporkannya ke penyidik yang dalam hal ini adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia dan Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup kerjanya di bidang perdagangan dan diberi wewenang khusus sebagai penyidik Pegawai Negeri Sipil. Dalam praktik lapangannya pun penindakan juga dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
“Pada dasarnya yang berwenang melakukan pengawasan adalah petugas pengawasan di bidang perdagangan untuk kemudian dilaporkan kepada penyidik. Di lain sisi, aparat Bea Cukai juga turut membantu melakukan penindakan penyelundupan barang ilegal, yang mana dalam hal ini Pakaian Bekas,” ujar Munardi.
Untuk itu, Ia berharap kepada semua pihak untuk turut membantu dalam pencegahan masuknya barang impor ilegal pakaian bekas dengan cara sederhana, yaitu dengan tidak membelinya, atau beli Pakaian Bekas yang sesuai dengan ketentuan Hukum.
“Karena kita juga tidak tahu dengan kebersihan Pakaian Bekas tersebut, bisa saja kita terkena penyakit kulit akibat bakteri atau virus yang ada di Pakaian Bekas tersebut,” ungkapnya.
Selain itu, menurut Munardi masih banyak produk Pakaian lokal yang tidak kalah saing kualitasnya dengan Pakaian Impor tersebut.
“Kita harus bangga dengan hasil anak bangsa kita sendiri, yang mana dengan membeli barang original mereka, kita juga secara tidak langsung membantu mereka untuk berkembang dan bersaing di pasar global. Makanya cintailah produk-produk Indonesia,” ujarnya.
Terkait yang berurusan dalam pengawasan dan penindakan, Munadi mengajak untuk pihak berwenang untuk bersinergi dalam pengawasan dan penindakan Impor Pakaian Bekas illegal, karena jika dibiarkan hal ini dapat mematikan produk pakaian lokal hasil karya anak bangsa. Keseriusan dan Ketegasan dalam pengawasan dan penindakan impor pakaian bekas illegal sangat dibutuhkan, dan edukasi ke Masyarakat Indonesia terkait hal ini juga sangat diperlukan.
“Kita juga sebagai masayrakat Indonesia harus menimbulkan rasa cinta terhadap produk-produk Indonesia, khususnya dalam hal ini adalah Pakaian Lokal. Jika ingin membeli produk pakaian luar Negeri pun belilah yang baru dan original,” tutupnya.
Untuk diketahui, menurut pemeriksaan laboratorium, pakaian bekas impor memiliki kandungan jamur kapang yang jika terkena kulit dapat menyebabkan gatal-gatal, bahkan infeksi. Jika jumlah jamur kapang pada pakaian tersebut banyak dan terhirup maka jamur ini dapat menyerang masalah pernafasan seperti batuk, bersin-bersin, demam, bahkan masalah serius sangat mungkin terjadi.
Itulah kenapa Pemerintah Indonesia telah memberikan larangan mengimpor pakaian bekas dan selalu menghimbau Konsumen Cerdas agar tetap menjadi pembeli yang bijaksana. (Adv)