Menyambut manfaat positif yang diharapkan, pusat kuliner ini diharapkan dapat menjadi tempat bagi para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) untuk berjualan. Langkah ini juga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian di Banda Aceh.
Pada hari Senin lalu, Irwansyah bersama anggota Komisi III DPRK lainnya turun langsung ke lokasi pusat kuliner ini untuk mengevaluasi kondisinya. Mereka disertai oleh perwakilan Dinas PUPR Banda Aceh.
Hasil dari peninjauan tersebut menunjukkan bahwa secara fisik, proyek senilai Rp 17-18 miliar ini telah selesai. Namun, beberapa titik masih membutuhkan perbaikan. Irwansyah memperingatkan agar aset yang dibangun oleh pemerintah tidak dibiarkan telantar terlalu lama.
Keterlambatan dalam mengaktifkan pusat kuliner ini sebagian besar disebabkan oleh masalah pembayaran yang terkait dengan defisit keuangan Pemko Banda Aceh. Namun, Irwansyah menyatakan bahwa saat ini semua pembayaran telah diselesaikan oleh Pemko.
Oleh karena itu, DPRK Banda Aceh dengan tegas meminta Pemko untuk segera memanfaatkan fasilitas ini yang dibangun dengan dana rakyat. Irwansyah mengingatkan bahwa jika fasilitas tersebut dibiarkan terlantar, maka risiko kerusakan dan biaya perbaikan akan meningkat. Dia mencatat adanya rumput yang mati sebagai contoh dari dampak keterlambatan ini.
Dalam beberapa tahun terakhir, kawasan bantaran Krueng Aceh, yang sebelumnya kumuh, telah mengalami perubahan signifikan menjadi tempat yang menarik. Area bekas pasar ikan dan sekitarnya telah diubah menjadi pusat kuliner yang menarik minat banyak orang. Bahkan, warung kopi telah berdiri di pinggir sungai, menambah pesona kawasan ini.
DPRK Banda Aceh mengingatkan pentingnya memanfaatkan aset-aset publik dengan efisien dan segera, sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat. (*)
