FANEWS.ID – “Kita akan kerja keras dan mati-matian!”
Kalimat itu disampaikan Presiden Joko Widodo usai menghadiri Rapat Kerja Nasional (Rakernas) III PDIP di Jakarta Selatan, Selasa, 6 Juli 2023. Pria yang akrab disapa Jokowi itu mengajak seluruh pembantunya untuk bersama-sama berjuang mengatasi persoalan kemiskinan ekstrem di Indonesia.
Sebagai landasannya, kepala negara itu sudah mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2022 tentang Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem. Inpres tersebut mengamanatkan kepada 22 kementerian, enam lembaga, dan pemerintah daerah untuk mengambil langkah-langkah intervensi yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk melakukan percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem.
“Berkaitan dengan kemiskinan ekstrem ini, sebetulnya sudah kita rencanakan di periode yang kedua ini agar nanti di 2024 itu sudah pada posisi nol kemiskinan ekstrem kita,” ujar Jokowi.
Kemiskinan ekstrem adalah kondisi ketidakmampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan dasar, yaitu makanan, air bersih, sanitasi layak, kesehatan, tempat tinggal, pendidikan dan akses informasi terhadap pendapatan dan layanan sosial.
Seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika biaya kebutuhan hidup sehari-harinya berada di bawah garis kemiskinan esktrem; setara dengan 1,9 dolar AS PPP (Purchasing Power Parity). PPP ditentukan menggunakan absolute poverty measure yang konsisten antarnegara dan antarwaktu.
Atau dengan kata lain, seseorang dikategorikan miskin ekstrem jika pengeluarannya di bawah Rp10.739/orang/hari atau Rp322.170/orang/bulan (BPS, 2021). Sehingga misalnya dalam satu keluarga terdiri dari empat orang (ayah, ibu, dan dua anak), memiliki kemampuan untuk memenuhi pengeluarannya setara atau di bawah Rp1.288.680 per keluarga per bulan (BPS, 2021).
Terkonsentrasi di Indonesia Timur
Berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK), saat ini terdapat sekitar 3,3 juta orang masuk dalam kategori miskin ekstrem. Dari jumlah tersebut terkonsentrasi di Indonesia bagian timur.
“Tentu kita bisa melihat, persentase angka kemiskinan ekstrem yang tinggi ini di Indonesia bagian timur, sehingga perlu penanganan yang khusus,” ujar Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK, Nunung Nuryartono dilansir Antara.
Nunung mengatakan, untuk pulau Jawa, meski persentase kemiskinan ekstrem kecil, jumlah penduduk yang tinggi membuat angka absolut menjadi tinggi. Namun, Nunung tidak menyebut secara rinci besarannya.
Maka dari itu, sasaran program penanganan tidak hanya berfokus pada provinsi yang tingkat kemiskinannya tinggi, tetapi wilayah yang angka absolut penduduk miskinnya juga tinggi.
“Jadi, sasaran-sasaran di wilayah dengan persentase tinggi dan secara absolut jumlah penduduknya tinggi. Kami optimistis di 2024 mendekati nol koma sekian, tetapi sudah menyentuh ke arah sana,” kata dia.
Optimistis Bisa Ditekan
Nunung optimistis kemiskinan ekstrem pada tahun depan bisa ditekan. Terlebih pemerintah sudah memiliki beberapa strategi untuk menurunkan menjadi nol persen pada 2024.
Tiga strategi tersebut, yakni melalui pengurangan beban pengeluaran masyarakat, peningkatan pendapatan, dan pemberdayaan masyarakat serta pengurangan jumlah kantong-kantong kemiskinan dan diikuti dengan berbagai kebijakan afirmatif baik dari sisi refocusing anggaran, perbaikan data dan penyasaran, serta penguatan pelaksanaan program melalui pendekatan konvergensi.
“Dengan pendekatan konvergensi ini, maka dipastikan rumah tangga miskin tidak hanya menerima manfaat dari satu program saja, namun dari beberapa program, sehingga upaya penurunan akan menjadi lebih signifikan,” kata Nunung dalam keterangan resminya, Kamis (24/8/2023).
Dalam upaya mencapai target tersebut, Kemenko PMK juga mendorong kerja sama berbagai kementerian dan lembaga, pemerintah daerah, civitas akademika, dunia usaha, lembaga filantropi dan pihak terkait lainnya untuk memperkuat keterpaduan dan sinergi dalam upaya percepatan penghapusan kemiskinan ekstrem..(*)
sumber: tirto