Berita News terviral

“Pencegahan dan Penanggulangan Sunting di Masa Pandemi Covid 19”

Oleh : AR Lubis    Editor : Redaksi    Kamis, 18 November 2021 - 12:52 WIB    Banda Aceh

Bagikan informasi Beritanya Via :
Bagikan informasi Beritanya Via :

0:00

Strategi Pengendalian Stunting di Era Pandemi

 

•~Di Indonesia, pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari 1 tahun. Indonesia dan banyak negara lainnya mengandalkan pembatasan interaksi fisik untuk memperlambat penyebaran Covid-19.

Intervensi yang diterapkan di Indonesia mencakup:

Karantina bagi orang-orang yang terinfeksi, Pembatasan perjalanan domestik dan internasional,

Larangan berkumpul dalam kelompok dan keramaian, Serta penutupan sekolah, pabrik, restoran, dan ruang publik.

Berbagai upaya untuk mengendalikan pandemi tersebut menimbulkan dampak signifikan di sektor ekonomi, kegiatan sehari-hari, dan seluruh aspek kehidupan anak. Direktur Eksekutif UNICEF menyatakan bahwa “anak-anak adalah korban yang tidak terlihat” mengingat adanya dampak jangka pendek dan panjang terhadap kesehatan, kesejahteraan, perkembangan, dan masa depan anak, salah satunya adalah dampak terkait gizi (Stunting).

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Stunting dapat terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak berusia dua tahun.

Balita dapat mengalami stunting karena berbagai sebab. Tiga penyebab langsung tersebut, yaitu:

Praktik menyusui yang tidak memadai dan pola makan yang buruk, ditambah praktik pengasuhan yang tidak optimal;
Kebutuhan gizi dan perawatan yang tidak memadai bagi ibu dan perempuan hamil; serta.

Tingginya angka penyakit menular utamanya akibat lingkungan tempat tinggal yang tidak bersih dan tidak memadainya akses ke layanan kesehatan.

Faktor-faktor tersebut diperparah dengan tingkat pendidikan yang rendah, kemiskinan yang luas, dan angka pengangguran yang semakin meningkat kala pandemi Covid-19.

Pencegahan dan pengendalian stunting perlu dilakukan dengan pendekatan multi-sektor melalui konvergensi program di semua tingkatan.

Terdapat 5 pilar dalam pencegahan stunting, yaitu :

Komitmen dan visi pimpinan tertinggi negara, Kampanye nasional berfokus pada pemahaman, perubahan, perilaku, komitmen politik dan akuntabilitas, Konvergensi, koordinasi, dan Strategi Pengendalian Stunting di Era Pandemi

Di Indonesia, pandemi Covid-19 telah berlangsung lebih dari 1 tahun. Indonesia dan banyak negara lainnya mengandalkan pembatasan interaksi fisik untuk memperlambat penyebaran Covid-19.

Intervensi yang diterapkan di Indonesia mencakup:

Karantina bagi orang-orang yang terinfeksi,
Pembatasan perjalanan domestik dan internasional,
Larangan berkumpul dalam kelompok dan keramaian,
Serta penutupan sekolah, pabrik, restoran, dan ruang publik.

Berbagai upaya untuk mengendalikan pandemi tersebut menimbulkan dampak signifikan di sektor ekonomi, kegiatan sehari-hari, dan seluruh aspek kehidupan anak.

Direktur Eksekutif UNICEF menyatakan bahwa “anak-anak adalah korban yang tidak terlihat” mengingat adanya dampak jangka pendek dan panjang terhadap kesehatan, kesejahteraan, perkembangan, dan masa depan anak, salah satunya adalah dampak terkait gizi (Stunting).

Stunting merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis sehingga anak lebih pendek untuk usianya. Pendek dan sangat pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek). Stunting dapat terjadi mulai janin masi

 

Bagaimana Tantangan Penurunan Stunting di Masa Pandemi

•~ Adanya pandemi Covid-19 dapat menyebabkan lebih banyak sumber daya kesehatan yang dikerahkan untuk menangani penyakit ini. Hal inilah yang menyebabkan penyakit lain seakan terabaikan, salah satunya yaitu stunting. Stunting (pendek) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Stunting pada balita sendiri diketahuia akan berdampak pada tingkat kecerdasan yang tidak maksimal, lebih rentan terkena penyakit, bahkan di masa depan berisiko menjadi kurang produktif.

Dalam rangka memperkuat penanganan Stunting di era pandemi Covid-19, Himpunan Mahasiswa Ilmu Kesehatan Masyarakat  (HIMA IKM) menggelar Talkshow Kesehatan dan Lomba Poster 2021 yang mengangkat tema “Capaian, Peluang, dan Tantangan Pencegahan dan Penanggulangan Stunting di Era Pandemi Covid-19”.

Pembicara yang diundang dalam Talkshow Kesehatan kali ini yaitu dr. Erna Mulati, M.Sc., CMFM (Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI) dan drg. Widwiono, M.Kes. (Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah) dengan moderator Alfiana Ainun Nisa, S.K.M., M.Kes. (Dosen Prodi Kesehatan Masyarakat UNNES).

Talkshow Kesehatan akan membagi topik secara lebih dalam yaitu “Inovasi dan Akselerasi Penurunan Stunting di Era Pandemi Covid-19 melalui Pendekatan Keluarga” yang akan dibahas oleh Direktur Kesehatan Keluarga Kemenkes RI, dan topik “Strategi Pencegahan dan Penanggulangan Stunting di Indonesia: Tantangan Hari Ini dan Esok” yang akan dibahas oleh Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Tengah.

Acara akan dilaksanakan pada Minggu, 4 Juli 2021 pukul 09.00 WIB – selesai secara daring. Acara ini diperuntukkan bagi masyarakat umum baik mahasiswa, dosen, tenaga kesehatan, dan lainnya.

Baca Juga Artikel Beritanya:  Dampak Stunting pada Masa Depan Anak, Di masa Pandemi Covid 19

•~Pemerintah Targetkan Stunting Turun hingga 14 Persen di 2024, Ini Strateginya

Foto: Ist

•Upaya menurunkan stunting membutuhkan kerja sama berbagai pihak, apalagi saat pandemi pertumbuhan anak terkendala kurang gizi yang salah satu faktor utamanya akses makanan bergizi, sanitasi, maupun air bersih. Hal ini karena keluarga berpenghasilan rendah banyak yang kehilangan pendapatan.

Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Agus Suprapto menjelaskan secara teoritis, pandemi dinilai berpengaruh terhadap peningkatan angka stunting di Indonesia. “Tapi kita perlu melihat hasil survei yang terbaru dulu,” ujar Agus dalam Dialog Produktif dari Media Center Forum Merdeka Barat 9 (FMB 9) – KPCPEN, Selasa (30/11/2021).

Agus menjelaskan di masa pandemi pemerintah telah menyalurkan bantuan sosial termasuk sembako bagi masyarakat yang membutuhkan. Hal ini untuk menyokong kesejahteraan masyarakat dan memastikan ketersediaan pangan bagi kelompok rentan secara penghasilan.

Target pemerintah untuk menurunkan angka kekerdilan tidak berubah, yakni terjadi penurunan hingga 14 persen pada 2024, sehingga edukasi kekerdilan diharapkan tidak hanya berfokus pada bayi atau anak, melainkan juga pada kelompok risiko, yaitu remaja anemia, calon pengantin, pasangan usia subur, ibu hamil, anak yang baru lahir.

“Untuk mencapai target 14 persen orientasi edukasi harus ke hulu lagi dan edukasi di bidang gizi sangat dipengaruhi kebudayaan setempat, karenanya edukasi sebaiknya dilakukan oleh warga setempat,” katanya.

Ia menambahkan pendampingan dan pendekatan dengan ibu hamil dianjurkan dilakukan orang per orang karena setiap individu memiliki keunikan dan permasalahan masing-masing.

Terkait dampak pandemi terhadap kekerdilan, Pelaksana Tugas Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan RI Kartini Rustandi menyoroti kekhawatiran masyarakat untuk mengunjungi puskesmas semasa pandemi.

Meski dalam situasi pandemi, Kartini mengatakan beberapa upaya tetap dapat dilaksanakan guna memastikan anak bertumbuh dengan sehat, di antaranya mempersiapkan dan memantau pertumbuhan serta perkembangan anak dengan baik, melalui posyandu dengan disertai prokes.

“Di daerah-daerah tertentu para kader dan tenaga kesehatan juga datang dari rumah ke rumah. Selain itu, dengan memanfaatkan teknologi, bisa dilakukan telekonseling, agar nakes tetap aman namun kesehatan anak-anak juga terpantau. Kemudian, ibu hamil juga dapat datang ke puskesmas dengan perjanjian dan mengedepankan prokes,” katanya.

Kepada ibu hamil, ia memberikan beberapa saran agar bayi terlahir sehat di antaranya pemeriksaan kesehatan secara berkala, menjaga kesehatan, asupan makanan yang baik, juga menjaga lingkungan agar tetap sehat, termasuk bebas dari asap rokok.

Ia menjelaskan banyak faktor yang memengaruhi terjadinya kekerdilan, bukan hanya pada asupan makanan, melainkan juga pola asuh, pola makan, budaya setempat.

Sebagai contoh, pemahaman lokal yang salah seperti makan ikan bisa mengganggu kesehatan, hoaks yang demikian dapat berdampak pada asupan gizi anak atau ibu hamil.

Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia M. Adib Khumaidi menegaskan pentingnya edukasi sebagai bagian dari upaya preventif promotif dalam hal kesehatan, termasuk mencegah tengkes. “Problematika utama mengatasi kesehatan adalah dengan upaya preventif promotif, bukan upaya kuratif,” katanya.

Ia menegaskan pentingnya upaya menemukan kasus anak yang kurang gizi, bukan mendapatkan anak kurang gizi yang mendatangi fasyankes, sehingga perlu revitalisasi peran puskesmas dalam upaya tersebut.

“Puskesmas adalah manajer wilayah, perwakilan Kemenkes di satu wilayah. Itu peran yang harus dikedepankan,” kata dia.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Gorontalo Cokro R. Katilie memaparkan pihaknya bekerja sama dengan berbagai pihak, telah menggencarkan edukasi di antaranya dengan Kementerian Agama berupa edukasi melalui pendampingan calon pengantin baru melalui Kantor Urusan Agama.

Ia menegaskan upaya menanggulangi tengkes memerlukan koordinasi tanpa sekat dengan berbagai pihak, karena kekerdilan bukan hanya permasalahan kesehatan, melainkan juga infrastruktur, sanitasi, kebudayaan, ketahanan pangan, dan berbagai sektor lainnya.

Berkat kerja sama tersebut, termasuk tim pendamping keluarga dari BKKBN, ia menjelaskan, angka kekerdilan di wilayah itu turun menjadi sekitar sembilan persen dari sebelumnya pernah berada pada angka 37 persen.

“Target Angka Prevalensi 14%, Wapres Minta Percepatan Penanganan Stunting

Wapres Ma’ruf Amin menerima audiensi Kepala BKKBN Hasto Wardoyo di Istana Wapres, Jakarta Pusat, (Foto: BPMI Setwapres)

Wakil Presiden (Wapres) RI, Ma’ruf Amin meminta Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melakukan upaya percepatan penanganan stunting untuk mencapai target angka prevalensi 14 persen di tahun 2024.

Hal tersebut disampaikan Wapres saat menerima audiensi Kepala BKKBN Hasto Wardoyo beserta jajarannya, di Istana Wapres, Jakarta Pusat.

“Pertama, Wapres memerintahkan kepada BKKBN untuk melakukan langkah-langkah percepatan (penanganan stunting), dengan target (angka prevalensi) 14 persen selesai dalam dua tahun setengah, sampai akhir masa periode (Pemerintahan Jokowi – Ma’ruf Amin),” ujar Juru Bicara Wapres Masduki Baidlowi usai mendampingi Wapres dalam pertemuan.

Baca Juga Artikel Beritanya:  97.802 Orang Aceh Telah Divaksin Covid-19

Wapres meminta BKKBN agar lebih intensif melakukan koordinasi dengan kementerian/lembaga (K/L) terkait dan juga dengan pemerintah daerah (pemda) khususnya daerah-daerah yang memiliki kasus stunting tinggi.

“Lalu juga harus dilakukan konvergensi (program) antara kementerian/lembaga bersama pemerintah daerah kabupaten/kota. Kalau bisa terkoordinasi dengan baik, itu adalah kunci keberhasilan. Itu menjadi syarat utama yang diharapkan oleh Wapres,” ujar Masduki.

Kedua, Wapres meminta agar BKKBN memetakan daerah-daerah yang memiliki kasus stunting tinggi agar dapat dilakukan penanganan secara khusus.

“Terpetakannya daerah-daerah yang tinggi stunting-nya, penting agar dapat dilakukan rencana aksi secara lebih khusus per wilayah sesuai dengan karakter daerah masing-masing,” ujarnya.

Ketiga, Wapres meminta upaya penanganan stunting dilakukan sedini mungkin bahkan sejak pranikah. Di samping itu, Wapres juga meminta agar pemenuhan gizi anak dapat menggunakan pendekatan kearifan lokal, seperti penggunaan biskuit dari daun kelor sebagai makanan tambahan anak di Nusa Tenggara Timur.

“Masing-masing daerah (tentu) punya kearifan lokal sendiri-sendiri. Dengan demikian maka bagaimana Ibu-Ibu ataupun keluarga dapat mulai dari sejak dini, dengan kearifan lokalnya, memanfaatkan sumber-sumber gizi yang ada di sekitarnya secara maksimal,” jelas Masduki.”

“Ketua TP-PKK Aceh, Dyah Erti Idawati saat membuka secara resmi Bimbingan Teknis Model Rumoh Gizi Gampong (RGG) untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, di Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Aceh, Banda Aceh, Senin (28/6/2021).

~•Ketua PKK Aceh Ajak Masyarakat Cegah Stunting

•Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati mengajak seluruh elemen masyarakat untuk ikut terlibat dalam pencegahan dan penanganan stunting, agar prevalensi stunting di Aceh dapat diturunkan dan dimulai dari tingkat paling dasar.

“Semangat pencegahan stunting harus diawali dari tingkat gampong. Karena pencegahan stunting bukan hanya tugas Dinas Kesehatan saja, namun semua pihak harus ikut berkontribusi dalam pencegahan stunting,” kata Dyah saat membuka Bimbingan Teknis Model Rumoh Gizi Gampong (RGG) untuk Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar, di Kantor Cabang Dinas Pendidikan Wilayah Aceh, Senin (28/6/2021).

Untuk mempercepat implementasi RGG sebagai model intervensi pencegahan stunting di Aceh, diperlukan pilot program sebagai model percontohan implementasi RGG di Aceh, sehingga dapat dijadikan standar atau model dalam pengembangan RGG di gampong seluruh Aceh.

Hal itu sesuai dengan amanat dari Peraturan Gubernur Aceh nomor 14 Tahun 2019 tentang Pencegahan dan Penanganan Stunting Terintegrasi di Aceh, yang menjadi program prioritas. Baik di skala nasional, provinsi hingga gampong, untuk mewujudkan generasi yang unggul dengan sumber daya manusia yang berkualitas.

RGG sendiri merupakan bentuk pemberdayaan masyarakat yang dikembangkan sebagai model intervensi pencegahan dan penanganan stunting secara terintegrasi di level desa. Dengan melibatkan masyarakat langsung serta berbagai lintas sektor, untuk mempercepat penanganan stunting atau kekerdilan pada anak.

Kehadiran RGG sendiri dapat menjadi wadah bagi semua pihak untuk mengambil andil penting sesuai bidang masing-masing sehingga konvergensi dan koherensi program penanganan stunting dapat berjalan sesuai harapan sampai ke tingkat terbawah. “Untuk saat ini, baru dua gampong yang ditunjuk, Kecamatan Banda Raya (Banda Aceh) dan Ingin Jaya (Aceh Besar) yang diberikan bimbingan.

Bimbingan ini diberikan karena pada kedua gampong iu angka stuntingnya tinggi. Dan ini juga menjadi amanah Bulog kepada kita agar menyerahkan bantuan untuk daerah angka stunting tinggi,” terang Dyah.

Dyah mengungkapkan, pada dasarnya tujuan utamanya dari pelaksanaan bimtek model implementasi RGG tersebut adalah untuk membentuk kemandirian gampong dalam melaksanakan program RGG. Sehingga pencegahan dan penanganan stunting terintegrasi bisa ditangani dengan cepat dan tepat dari tingkat gampong.

Menurut Dyah untuk mewujudkan itu, diperlukan advokasi yang masif, salah satunya melalui RGG pada tingkat gampong yang melibatkan masyarakat secara langsung akan lebih efektif dalam meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya pencegahan stunting pada anak. Yaitu dengan memperhatikan asupan gizi pada anak mulai dari kehamilan hingga 1000 hari pertama kehidupan anak.

“Memang faktor minimnya pengetahuan para orang tua menjadi salah satu faktor angka stunting, namun di Aceh umumnya makan itu hanya terkait enak. Dan kenyang saja namun faktor gizi cenderung tidak peduli,” sebutnya.

Maka itu, dalam upaya mengubah kebiasaan itu, masyarakat Aceh harus mengubah pola konsumsi mereka, dengan membiasakan makan makanan yang kaya akan gizi, vitamin, serat, dan protein seimbang, bukan hanya sekedar kenyang saja.

Baca Juga Artikel Beritanya:  Sukseskan Imunisasi Anak, Puskesmas Sakti Libatkan Penyuluh Agama

Acara itu menerapkan protokol kesehatan ketat, yakni memakai masker dan menjaga jarak.l

~•Dyah Erti Terima Penghargaan Sebagai Tokoh Pencegahan Stunting

Ketua TP-PKK Aceh, Dyah Erti Idawati menerima awards Tokoh Daerah “Sosok Aktivis Pencegahan dan Penanganan Stunting di Aceh” pada kegiatan malam resepsi the aceh post awards di Hotel Hermes, Banda Aceh, Sabtu (4/9/2021).

•Ketua Tim Penggerak PKK Aceh, Dyah Erti Idawati, menerima penghargaan dari media The Aceh Post sebagai sosok perempuan inspiratif dan juga tokoh daerah yang berperan dalam pencegahan dan penanganan stunting di Aceh.

Penghargaan tersebut diserahkan pimpinan redaksi media theacehpost.com, Nasir Nurdin, pada malam resepsi The Aceh Post Awards dalam rangka peringatan satu tahun usia media tersebut yang digelar di Hermes Hotel Banda Aceh, Sabtu, (4/9/2021) malam.

Penghargaan juga diberikan media The Aceh Post kepada sejumlah mitra kerjanya, diantaranya adalah kepada Gubernur Aceh dan unsur Forkopimda Aceh. Selain itu, penghargaan diberikan juga kepada tokoh daerah, sosok inspirasi, motivator, dan organisasi yang memberikan dampak besar terhadap masyarakat luas.

Gubernur Aceh, Nova Iriansyah, dalam sambutannya yang diwakili oleh Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Aceh, Marwan Nusuf, mengatakan, meski baru berumur setahun, keberadaan The Aceh Post telah mengisi ruang publik di Aceh. Menurutnya, media tersebut menghadirkan informasi-informasi penting dan bermanfaat, hingga mulai menjadi referensi bagi warga yang membutuhkan informasi yang cepat, dan tepat.

“Media massa memiliki tanggung jawab penting dalam memajukan pembangunan dan kehidupan berdemokrasi, untuk menghubungkan masyarakat dengan pemimpinnya,” kata Marwan.

Marwan mengatakan, Pemerintah Aceh menyadari akan penting untuk memiliki hubungan baik dengan media massa, agar dapat menyampaikan informasi mengenai berbagai arah kebijakan pemerintahan. Fungsi kontrol sosial yang melekat di media, juga menjadi masukan bagi pemerintah dalam melayani masyarakat.

“Pers adalah sahabat bagi kami, dan bagi seluruh masyarakat Aceh. Pemerintah Aceh berkepentingan besar untuk terus menjaga suasana kemerdekaan dan kebebasan pers berlangsung dengan baik,” kata Marwan.

Sementara itu, Pimpinan redaksi The Aceh Post, Nasir Nurdin, mengatakan, konsep media yang ia pimpin tersebut adalah kreatif dan milenial. Di usianya yang sudah setahun, sejak didirikan pada 5 Juni 2020, media tersebut terus menghadirkan berita yang edukatif dan aktual dari berbagai lokasi.

“Kemudian media kami juga menjalankan konsep infografis dan riset publik,” kata Nurdin.

Nasir mengatakan, kreativitas yang dilakukan anak-anak muda di media The Aceh Post, membuat branding media tersebut berdiri sejajar dengan media lainnya di Aceh. Meskipun usianya masih sangat muda.

“Terkait verifikasi dewan pers, kami terus berusaha memenuhi dan menyelesaikan segala persyaratan dokumen administrasi, agar media ini terverifikasi dewan pers dalam waktu dekat,” kata Nasir. [•]

•~Sosialisasikan Peran Gampong Cegah Stunting

•Pemerintah Aceh Besar melakukan sosialisasi Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 9 Tahun 2021, tentang peran Gampong dalam penurunan dan pencegahan stunting yang diselenggarakan oleh Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Kabupaten Aceh Besar di Dekranasda, Gani, 16 Juli 2021.

Kegiatan yang diikuti kepala desa dan unsur TP PKK dari 20 Gampong tersebut bertujuan untuk membangun komitmen dan mendorong arah kebijakan gampong untuk penurunan stunting.

” Kita terus membangun komitmen dan mendorong arah kebijakan 20 Gampong sebagai lokus stunting dan 1 Gampong telah menjadi pilot projek, yaitu lubok sikon,” ujar Ketua TP PKK Aceh Besar Rahmah Abdullah saat menjadi Narasumber.

Sedangkan Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Kabupaten Aceh Besar, Carbaini, S. Ag mengatakan bahwa ada delapan aksi integrasi pencegahan stunting.

” Saat ini kita memasuki pada aksi ke-4, yaitu memberikan kapasitas hukum bagi desa untuk menjalankan peran dan kewenangan desa dalam intervensi gizi terintegritas, inilah yang menjadi dasar Perbup No.9 Tahun 2021 sebagai implementasi yang akan terus disosialisasi kedepan,” kata Carbaini.

Ia juga menekankan agar dalam penetapan RKPD gampong yang diharapkan paling telat bulan september 2021 ini, bahwa penurunan angka stunting harus masuk dalam anggaran gampong dan pendanaan sesuai dengan Perbup No.9 Tahun 2021 Pasal 29.

” Penurunan angka stunting harus masuk dalam anggaran gampong dan pendanaan sesuai dengan Perbup No.9 Tahun 2021 Pasal 29,” pintanya.

Beberapa kegiatan aksi lainnya yang telah dilaksanakan antara lain, aksi ke-1 berupa analisis situasi perkembangan balita sunting serta cakupan intervensi yang menghasilkan 22 desa lokus intervensi penurunan stunting pada tahun 2021.

Sedangkan kegiatan aksi ke-2, berupa penyusunan Rencana Kerja tahun 2021 berjalan baik dari OPD maupun dari Desa Lokus Intervensi, serta aksi ke-3 pelaksanaan Rembuk Stunting yang bertujuan untuk memastikan komitmen semua pihak terhadap percepatan pencegahan stunting.

Narasumber yang terlibat dalam sosialisasi Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 9 Tahun 2021, tentang peran Gampong dalam penurunan dan pencegahan stunting ini antara lain Ketua TO PKK Aceh Besar, Kepala Bappeda, Kepala Dinas Kesehatan serta Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Gampong Kabupaten Aceh Besar.” [ADV]”

Baca Juga

Aceh Besar

Pj Bupati Aceh Besar Tinjau Pelayanan Puskesmas Blang Bintang

Aceh Besar

“Aceh Besar Tingkatkan Kompetensi Tenaga Medis Melalui Orientasi Kalakarya MTBS

Kesehatan

Perawat Jebolan USK Tembus Karier ke Jerman

Kesehatan

Dinkes Aceh Tamiang  Lakukan Kegiatan Pemberdayaan Masyarakat Germas di Berbagai Tatanan

Kesehatan

Kasus Aktif Covid-19 di Aceh Tinggal 79 Orang

Kesehatan

Sebanyak 19 Daerah di Aceh Terapkan Aturan KTR

Kesehatan

Dinkes dan FKM Gelar Sosialisasi Bahaya Dampak Asap Rokok di Rumah dan Sekolah

Kesehatan

Pemerintah Diminta Lebih Gencarkan Lewat Baliho