BERITA ONLINE TERVIRAL

Pengamat Persoalkan Sumber Energi Baru dalam RUU EBET

Oleh : AR Lubis    Editor : Redaksi    Senin, 6 Februari 2023 - 17:14 WIB    Banda Aceh

Pengamat mempermasalahkan sumber energi baru dalam Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Ilustrasi. (AFP/GAGAN NAYAR).

Pengamat mempermasalahkan sumber energi baru dalam Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Ilustrasi. (AFP/GAGAN NAYAR).

Bagikan informasi Beritanya Via :
Bagikan informasi Beritanya Via :

0:00

Jakarta – Pengamat mempermasalahkan sumber energi baru dalam Rancangan Undang-Undang tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).

Juru Kampanye Energi Terbarukan Trend Asia Beyrra Triasdian menilai RUU EBET tidak memberikan kepastian dalam perkembangan energi terbarukan di Indonesia karena adanya energi baru dalam RUU tersebut.

Dalam RUU EBET, produk-produk turunan batu bara-seperti gas metana batu bara (coal bed methane), batu bara tercairkan (liquified coal), dan batu bara tergaskan (gasified coal) disebut sebagai energi baru. Jenis energi baru ini dinilai bukanlah sumber energi yang patut didorong untuk transisi energi berkelanjutan.

“Apakah Indonesia membutuhkan regulasi untuk mempercepat transisi energi? Iya. Regulasi yang memberikan sinyal yang pasti untuk perkembangan energi terbarukan, tapi memang dalam RUU ini kita melihat sinyal tersebut justru tidak ada,” ujar Beyrra dalam konferensi pers Salah Arah RUU EBET di Jakarta Pusat, Senin (6/2).

Baca Juga Artikel Beritanya:  Semester I 2022, Laba Bersih BSI Naik 41,31%

“Pembahasan tentang energi baru dan beberapa jenis energi terbarukan menjadi tidak relevan dalam RUU EBET ini. Pemerintah dan DPR seharusnya fokus pada substansi energi terbarukan yang mendukung penurunan emisi karbon, bukan sebaliknya,” lanjutnya.

Berry mengatakan RUU EBET justru menunjukkan bahwa belum ada political will yang jelas untuk meninggalkan batu bara sepenuhnya. Menurutnya, tidak ada negara lain yang menggabungkan pembahasan energi baru dan terbarukan dalam satu regulasi yang sama. Pasalnya resiko dan tata cara produksi energi baru dan energi terbarukan berbeda.

Senada, Manajer Program Transformasi Energi Institute for Essential Services Reform (IESR) Deon Arinaldo meniai masuknya energi baru dalam RUU EBET justru akan membuat Indonesia terjebak dengan infrastruktur energi fosil.

Baca Juga Artikel Beritanya:  Harga Beras Naik Lagi Imbas Relaksasi HET Beras Premium

“Dukungan terhadap energi baru ini memberikan sinyal untuk mempertahankan energi fosil seperti batu bara lebih lama di sistem energi dan menggantungkan dekarbonisasi pada opsi yang belum proven, padahal ada energi terbarukan yang sudah siap dan lebih murah untuk dimanfaatkan,” ujarnya.

Ia mengatakan teknologi yang disebut energi baru saat ini seperti teknologi gasifikasi dan likuifaksi batu bara akan menghasilkan emisi CO2 dua kali lipat dibanding pembangkit listrik dari gas alam. Selain pencemaran udara, pengembangan energi baru juga berdampak kepada kualitas air.

Di sisi lain, Deputi Direktur Indonesian Centre for Environmental Law (ICEL) Grita Anindyarini menyoroti nuklir yang juga akan akan dikembangkan sebagai energi baru Indonesia sesuai RUU EBET. Padahal jika dibandingkan dengan sumber energi terbarukan seperti angin dan matahari, pembangunan
dan penggunaan nuklir disebut memerlukan biaya tiga hingga lima kali lebih mahal.

Baca Juga Artikel Beritanya:  Pemerintah Diminta jadi Fasilitator Pedagang Pakaian Bekas Impor

Tak hanya itu, RUU EBET juga mengatur hidrogen sebagai bagian dari energi baru. Namun, tidak menjelaskan secara detail sumber-sumber hidrogen yang akan menjadi fokus pengembangan.

Grita mengatakan pada dasarnya hidrogen dapat berasal dari sumber energi fosil (grey hydrogen) maupun sumber energi terbarukan (green hydrogen). Namun, riset yang ada saat ini menunjukkan baru satu persen green hydrogen yang dikembangkan di seluruh dunia, sedangkan selebihnya masih dari energi fosil.

“Kita perlu pengaturan yang jelas dalam RUU ini jenis hidrogen seperti apa yang akan kita kembangkan agar tidak salah arah. Sayangnya, RUU EBET gagal untuk membahas hal ini,” tutur Grita. (fby/dzu)

Baca Juga

Ekonomi

Aceh Ekonomic Forum (AEF) April 2024

Ekonomi

Bank Aceh Raih Penghargaan Tebaik Katagori Transformasi Bisnis

Ekonomi

Antusiasme Warga Banda Aceh Ramaikan Kemenkumham Legal Expo 2023

Ekonomi

Mempertanyakan Keseriusan Pemerintah Batasi Pembelian LPG 3 Kg

Ekonomi

BSI Siap Layani 3.600 Nasabah Hasil Konversi Bank Mantap Aceh

Ekonomi

Pemko dan Bank Aceh Syariah Teken Kerjasama Smart City

Ekonomi

Pertamina Teriak Butuh Tambahan Dana Jelang Implementasi Tahap Dua B35

Ekonomi

Menjalankan Syariat dengan Ekonomi dan Keuangan Islam