BERITA ONLINE TERVIRAL

Pilkada Didominasi Konsensus Elite, Rakyat Cuma dapat Ampas

Oleh : AR Lubis    Editor : Redaksi    Sabtu, 10 Agustus 2024 - 13:55 WIB    Banda Aceh

Bagikan informasi Beritanya Via :
Bagikan informasi Beritanya Via :

0:00

FANEWS.ID – Dominasi elite partai politik menentukan calon kepala daerah membuat ruang partisipasi publik semakin menyempit. Konsensus petinggi parpol di tingkat pusat dikhawatirkan turut abai terhadap suara kader-kader di level daerah.

Hegemoni parpol ‘mengawinkan’ paslon harus menyerap partisipasi publik bermakna agar esensi pilkada langsung betul-betul terlaksana.

Jelang pendaftaran calon Pilkada 2024 pada 27 hingga 29 Agustus 2024 mendatang, ketua parpol terus melakukan pertemuan untuk menjajakan jagoan masing-masing. Manuver petinggi parpol untuk membangun koalisi yang kuat dan gemuk bisa terlihat di daerah-daerah strategis. Namun, andil ketua umum parpol dan para pejabat teras masih cukup kental menentukan calon kepala daerah yang bakal diusung.

Dalam Pilkada Jakarta 2024 misalnya, gerbong parpol di Koalisi Indonesia Maju (KIM) sering kali menuturkan bahwa penentuan calon kepala daerah bakal ditentukan para ketua umum.

KIM merupakan gerbong parpol yang mengusung presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Bahkan, ada wacana mereka menggaet parpol lain di luar pendukung Prabowo-Gibran dengan membentuk KIM Plus di daerah pilkada strategis.

Baca Juga Artikel Beritanya:  Komisi I DPRK Pidie Tetapkan Lima Calon Terpilih Anggota Panwaslih

Dasar Hukum Aturan Pencalonan Jadi Biangnya

Peneliti Bidang Politik dari The Indonesian Institute (TII), Felia Primaresti, menilai bahwa besarnya peran elite parpol dalam menentukan calon kepala daerah disebabkan mekanime pilkada langsung yang memang membuat hal tersebut niscaya.

Sesuai UU Pilkada, kata dia, kandidat yang maju umumnya harus mendapatkan dukungan dari partai politik.

Proses ini kerap berubah menjadi arena tawar-menawar antara para elite partai. Mereka cenderung memprioritaskan kandidat dengan modal politik, finansial, atau koneksi yang kuat daripada kandidat yang betul-betul disuarakan oleh masyarakat.

“Selain itu, elite politik yang berkuasa sering kali memiliki kepentingan ekonomi dan politik yang saling terkait,” kata Felia kepada reporter Tirto, Jumat (9/8/2024).

Baca Juga Artikel Beritanya:  Formas Aceh Singkil Ingatkan Masyarakat Bahaya Politik Uang

Elite parpol cenderung memilih calon kepala daerah yang bisa melindungi atau memperkuat posisi mereka. Ini menyebabkan calon-calon independen atau mereka yang lebih populis namun tak terafiliasi kekuatan elite menjadi sulit untuk maju atau mendapatkan dukungan yang luas.

Kita juga tidak boleh melupakan bahwa politik itu memiliki konsekuensi pembiayaan yang sangat mahal. Menjadi masuk akal jika parpol bersikap pragmatis memilih kandidat yang memiliki jaringan untuk pemenuhan kebutuhan pembiayaan tersebut.

Bahkan, kata Felia, di beberapa daerah kekuasaan politik lokal sering kali terkonsentrasi pada segelintir keluarga atau kelompok elite tertentu yang memiliki jaringan politik dan ekonomi yang kuat. Hal tersebut menciptakan apa yang disebut sebagai oligarki lokal.

Hegemoni elite parpol yang terkonsentrasi dalam penentuan calon kepala daerah akan membuat masyarakat merasa cuma jadi penonton pesta demokrasi. Imbasnya, kepercayaan terhadap parpol dan proses demokrasi yang substantif akan memudar.

Baca Juga Artikel Beritanya:  KIP Banda Aceh Mulai Sosialisasikan Syarat Dukungan Calon Perseorangan Pilkada

“Selain itu, proses seleksi yang tidak transparan sering kali menimbulkan kesan bahwa parpol dijalankan segelintir elite yang hanya mengutamakan kepentingan mereka, sehingga memperkuat pandangan bahwa politik di Indonesia lebih bersifat oligarkis daripada demokratis,” tegas Felia.

Menurut Felia, parpol harus didorong mengadopsi mekanisme yang lebih transparan dalam proses seleksi calon kepala daerah. Parpol memiliki kewajiban untuk transparan karena mendapatkan dana publik, seperti mandat UU Keterbukaan Informasi Publik.

Jadi, kata dia, parpol wajib transparan dan akuntabel kepada publik, termasuk dalam proses kaderisasinya. Cara-cara tersebut bisa dilakukan dengan membuka debat publik, pelibatan masyarakat dalam penilaian calon, serta menyediakan informasi yang komprehensif tentang kriteria dan proses seleksi.

“Hal ini akan meningkatkan kepercayaan publik dan memastikan bahwa calon yang dipilih dilakukan melalui proses yang transparan dan akuntabel, serta benar-benar mewakili kepentingan masyarakat,” ucap Felia.(red/tirto)

Baca Juga

PILKADA

Calon Bupati dan Wakil Bupati Pidie Jaya H Sibral Malasy Bersama Hasan Basri Resmi Mendaftar di KIP

PILKADA

5 Provinsi Paling Rawan dalam Pelaksanakan Pilkada 2024
Pendaftaran di Pilkada Tapteng Ditolak, Masinton Protes ke KPU

PILKADA

Pendaftaran di Pilkada Tapteng Ditolak, Masinton Protes ke KPU

PILKADA

KIP Banda Aceh Perkenalkan Pilkada 2024 di Kalangan Mahasiswa

PILKADA

ASPIRA Aceh Siap Menangkan Pasangan Om Bus dan Tu SOP pada Pilkada Gubernur Aceh

PILKADA

Ratusan Tokoh Darul Makmur Siap Menangkan Pasangan Asib – Tarmilin di Nagan Raya

PILKADA

KIP Banda Aceh Mulai Sosialisasikan Syarat Dukungan Calon Perseorangan Pilkada

PILKADA

Operasi Khusus BSSN Selama Pilkada 2024: Amankan Data Nasional