BandaAceh (fanews.id) —- Jajaran Polda Aceh Kembali menetapkan dua orang tersangka baru pada dugaan kasus korupsi PT KAI berdasarkan hasil Penyidikan Direktorat Reserse Kriminal Khusus Kepolisian RI Daerah (Polda) Aceh.
Dua tersangka baru kasus dugaan korupsi pengadaan sertifikat aset PT Kereta Api Indonesia (KAI).

Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Aceh Kombes Pol Margiyanta di Banda Aceh, Senin, mengatakan kedua tersangka baru tersebut berinisial S dan IOZ,kepada Media ini Senin,(16/11/2020)
“Dengan penetapan dua tersangka baru, maka sudah ada empat tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan sertifikat aset PT KAI. Dua tersangka sebelumnya RI dan MAP,kata Kombes Pol Margiyanta.
Kombes Pol Margiyanta menyebutkan tersangka S sebelumnya menjabat pimpinan PT KAI daerah Aceh. Sedangkan tersangka IOZ merupakan staf aset PT KAI di Banda Aceh.
Didampingi Kepala Subdirektorat III Tindak Pidana Korupsi Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Aceh AKBP Faisal Simatupang didampingi penyidik AKP Budi Nasuha, Kombes P Margiyanta mengatakan penetapan dua tersebut baru tersebut setelah ditemukannya sejumlah alat bukti dugaan keterlibatan mereka.
Sebelumnya Margiyanta menjelaskan, kasus dugaan korupsi aset PT KAI berawal dari penyelidikan yang dilakukan tim sejak 2019 atas pelaksana kegiatan persertifikatan tanah milik PT KAI sub divre I Aceh diwilayah Aceh Timur, mulai dari Bireum Bayem sampai dengan Madat dengan 301 bidang tanah dengan nilai kontrak Rp 8,2 miliar lebih.
Dalam pelaksanaan pekerjaan mulai dari perencanaan hingga program pembuatan sertifikat telah terjadi pengelembungan harga atau mark up dan menimbulkan kerugian negara.
“Dari hasil audit ditemukan kerugian negara sebesar Rp 6,5 miliar,” kata Kombes Pol Margiyanta didampingi penyidik AKP Budi Nasuha Waruwu.
Atas perbuatanya, tersangka RI dijerat dengan pasal 2 ayat 2 dan atau pasal 3 Undang-undang RI No. 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang RI No. 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
“Ancaman hukuman penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak satu miliar rupiah,” pungkas Margiyanta.