FANEWS.ID – Kementerian Hukum dan HAM melaksanakan Penyuluhan Hukum Serentak (Luhkumtak). Kali ini dilaksanakan pada 78 titik Kantor Wilayah dan 78 titik Pemberi Bantuan Hukum (PBH) yang tersebar di seluruh Indonesia.
Pada Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh, kegiatan ini digelar di Hotel Rasamala Indah pada hari Rabu (2/8/2023).
Hadir pada kegiatan ini Plh. Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh Lilik Sujandi, Kadiv Administrasi Rakhmat Renaldy, Kadiv Pelayanan Hukum dan HAM Junarlis, serta seluruh peserta lainnya.
“Sosialisasi ini sangat penting, apalagi KUHP ini sudah melalui proses yang sangat panjang dan sudah menjadi produk hukum yang harus kita jalankan,” kata Lilik dalam sambutannya.
Kendati demikian, Lilik tak menafikan kehadiran KUHP ini menjadi pro-kontra di tengah masyarakat. Sehingga Ia pun menilai sangat dibutuhkan sosialisasi lebih lanjut sehingga memunculkan pemahaman yang sama.
“Dan forum ini harus sering kita lakukan, untuk membedah secara detail guna mendapatkan masukan yang membangun. Karena pastinya ada hal ihwal yang tersembunyi dan harus kita cerna bersama,” ungkap Lilik.
Disisi lain, Lilik menyinggung soal keistimewaan dan kekhususan Aceh yang menurutnya tidak dapat diabaikan. Berbagai potensi yang akan terjadi harus dipetakan dengan baik.
“Jadi keistimewaan Aceh ini harus diwadahi jika kita berbicara terkait dengan produk hukum,” pungkasnya.
Kegiatan ini dihadiri oleh perwakilan instansi terkait, mahasiswa, pelaku UMKM, dan dari unsur lainnya. Adapun yang menjadi narasumber adalah Usman (Penyuluh Hukum Kemenkumham Aceh) dan Dr. Rizanizarli (Dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala).
Sebelumnya, Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Widodo Ekatjahjana, menyampaikan bahwa KUHP baru ini menandai perubahan besar dalam paradigma hukum pidana di Indonesia.
“KUHP baru memanfaatkan prinsip hukum pidana modern, yang meliputi keadilan korektif, keadilan restoratif, dan rehabilitatif.”ujar Widodo ketika membuka acara secara virtual.
Menurutnya, pembaruan KUHP juga mengacu pada lima misi, yaitu dekolonisasi, demokratisasi hukum pidana, konsolidasi/rekodifikasi hukum pidana, adaptasi dan harmonisasi terhadap berbagai perkembangan hukum yang terjadi serta modernisasi.
Ia menerangkan, proses pembentukan KUHP bukanlah perjalanan yang singkat. Sejak digagas pada tahun 1963, KUHP mengalami transformasi yang matang hingga mencapai titik penting dengan disahkannya pada 6 Desember 2022.
Dalam momen bersejarah tersebut, Indonesia akhirnya memiliki produk hukum buatan bangsa, yang berakar pada nilai-nilai Pancasila.
“Sejalan dengan semangat KUHP baru, kami berkomitmen untuk memberikan pemahaman yang seluas-luasnya kepada seluruh masyarakat. Untuk mencapai tujuan ini, pemerintah berencana memaksimalkan proses sosialisasi selama 3 tahun sebelum KUHP baru diberlakukan secara menyeluruh,” tambah Widodo. (*)
sumber: InfoPublik