Robin adalah penyidik KPK dengan nilai seleksi di atas rata-rata pada 1 April 2019. Tapi kemudian Robin justru membuat malu KPK.
Ilustrasi: Edi Wahyono
FANews.Id | Sebagai penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Ajun Komisaris Polisi Stefanus Robin Pattuju seharusnya menjadi teladan dalam pemberantasan korupsi. Tapi alumnus Akademi Kepolisian angkatan 2009 itu justru ditangkap karena menerima suap dari Wali Kota Tanjungbalai Syahrial, yang tengah diselidiki oleh lembaganya sendiri.
Syahrial sudah lama dibidik KPK karena diduga kuat terlibat dalam korupsi lelang jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai pada 2019-2020. Saat menyelidiki kasus itu, ternyata KPK menemukan adanya dugaan suap yang dilakukan kepada penyidik KPK, Robin. Tak hanya itu, kasus ini juga menyeret nama Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin, yang disebut-sebut mempertemukan Robin dengan Syahrial.
Dari informasi yang diperoleh detikX beberapa waktu lalu, Robin sudah lama mengenal Azis. Robin, mantan Kapolsek Gemolong, Sragen, Jawa Tengah, diberi mandat Mabes Polri untuk bertugas di KPK sekitar dua tahun lalu atau April 2019. Sejak lulus Akpol, Robin lebih banyak bertugas di Maluku Utara. Ia sempat menjadi Komandan Kompi Pengendalian Massa di Direktorat Samapta Polda Maluku Utara. Lalu menjadi Kepala Bagian Operasional Polres Halmahera Selatan. Terakhir menjadi Kapolsek Gemolong, Sragen, Jawa Tengah.
Ketika masuk Jakarta, Robin berusaha mencari teman-teman satu letingnya yang menjadi ajudan pejabat di Jakarta. Tak lama, ia bertemu dengan salah satu temannya yang ternyata menjadi ajudan Azis. Robin lalu dikenalkan kepada Azis Syamsuddin oleh ajudannya, yang disebutkan berpangkat kapten. Robin juga mendekati pejabat untuk diperlakukan sebagai ‘bapak asuh’ supaya kariernya lancar.
Penyidik KPK Robin Stefanus Robin Pattuju. Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Karena sudah kenal lama dengan Aziz, Robin bahkan sempat diberi uang Rp 25 juta untuk biaya kontrak rumah. Robin juga sempat meminta bantuan kepada Azis ketika menangani sebuah perkara, yaitu mengecek rekening fiktif di salah satu bank BUMN. Azis pun membantunya menghubungkan Robin dengan pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Baru sekitar Februari 2020, Robin bertemu dengan Syahrial dalam acara Musyawarah Daerah Partai Golkar Sumatera Utara, yang dibuka oleh Azis. Sejumlah ketua dewan pimpinan daerah kabupaten/kota Partai Golkar hadir, salah satunya Wali Kota Tanjungbalai HM Syahrial. Saat itu Syahrial mengaku tengah ada masalah dengan KPK dan meminta bantuan kepada Azis.
KPK memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas terjadinya dugaan penerimaan hadiah atau janji yang dilakukan oleh oknum penyidik KPK.”
Tapi dari pointer rekonstruksi kasus suap yang diterima detikX dari Plt Juru Bicara KPK Fikri Ali, Jumat, 30 April 2021, Syahrial bertemu dengan Azis di rumah dinasnya di kawasan Widya Chandra, Gunung, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Oktober 2020. Syahrial menyampaikan masalah adanya penyelidikan yang sedang dilakukan oleh KPK di Pemkot Tanjungbalai. Lalu Azis memerintahkan ajudannya menghubungi Robin untuk datang ke rumah dinasnya itu.
Di tempat itulah Syahrial dan Robin bertemu dan meminta bantuan agar penyelidikan korupsi di Pemkot Tanjungbalai tidak dilanjutkan KPK. “(Pertemuan selama) setengah jam. Cerita masa lalu saja,” kilah Robin, yang mengenakan pakaian tahanan berwarna oranye saat dibawa keluar dari gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa, 27 April 2021. Saat ditanyai wartawan, Robin irit berbicara terkait kasus yang menimpanya itu.
Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin
Foto: Zhacky/detikcom
Setelah pertemuan itu, Robin lalu memperkenalkan Maskur Husain, pengacara dari Tangerang Selatan, kepada Syahrial melalui sambungan telepon. Robin bersama Maskur sepakat membuat komitmen dengan Syahrial agar kasus korupsi lelang jabatan tak dilanjutkan KPK dengan menyiapkan uang senilai Rp 1,5 miliar. Syahrial menyetujui permintaan Robin dan Maskur dengan mentransfer uang secara bertahap sebanyak 59 kali melalui rekening bank milik Riefka Amalia, teman Robin, yang sudah disiapkan sejak Juli 2020, sebesar Rp 1,3 miliar.
“Setelah uang diterima, SRP (Robin) kembali menegaskan kepada MS (Syahrial) dengan jaminan kepastian bahwa penyelidikan dugaan korupsi di Pemerintahan Kota Tanjungbalai tidak akan dilanjutkan oleh KPK,” ungkap Ketua KPK Komjen Firli Bahuri kepada wartawan, Kamis, 22 April 2021.
Dari uang yang diterima dari Syahrial itu, Robin memberi Maskur sebesar Rp 325 juta dan Rp 200 juta. Maskur juga diduga menerima uang dari pihak lain sekitar Rp 200 juta, sedangkan Robin dari Oktober 2020 sampai April 2021 diduga menerima uang dari pihak lain melalui transfer rekening bank atas nama Riefka sebesar Rp 438 juta.
Firli meminta maaf kepada masyarakat Indonesia atas kelakuan tak terpuji anak buahnya. “KPK memohon maaf kepada seluruh masyarakat Indonesia atas terjadinya dugaan penerimaan hadiah atau janji yang dilakukan oleh oknum penyidik KPK. Perilaku ini sangat tidak mencerminkan sikap pegawai KPK, yang harus menjunjung tinggi kejujuran dan profesionalitas dalam menjalankan tugasnya,” ujarnya.
Ketua KPK Firli Bahuri saat meminta maaf atas kasus suap yang melibatkan penyidik KPK, 22 April 2021.
Foto: Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO
Firli sangat menyayangkan kejadian itu karena Robin masuk sebagai penyidik KPK melalui rekrutmen yang dilakukan pada 1 April 2019 dengan nilai di atas rata-rata, yaitu 111,41 persen. Hasil tes kompetensi di atas 91,89 persen. Robin bersama Syahrial dan Maskur ditetapkan sebagai tersangka kasus suap tersebut pada Kamis, 22 April 2021. Ketiganya kini harus menginap di ruang tahanan KPK Cabang Kaveling C1 gedung ACLC.
Robin dan Maskur disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Sedangkan Syahrial disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 UU yang sama. Ketiganya diancam penjara minimal 4 tahun hingga maksimal 20 tahun penjara dan denda Rp 50-250 juta.
Selain itu, KPK secara resmi mencegah Azis Syamsuddin ke luar negeri sejak 27 April 2021 hingga Oktober 2021. Selain Azis, dua orang lainnya yang dikenai pencegahan ke luar negeri adalah AS dan AGL. Keduanya adalah pihak swasta yang juga pernah terafiliasi dengan partai politik.(Sumber : Detik)