Gubernur Aceh, Nova Iriansyah didampingi Wakil Ketua DPRA, Hendra Budian dalam sebuah kunjungan kerja di Bener Meriah. (ajnn)
Banda Aceh (fanews.id) — Pemerintah Pusat menarik kewenangan pemerintah daerah provinsi dalam mengelola pertambangan mineral dan batubara di Indonesia, termasuk Aceh.
Hal itu tertuang dalam Surat dengan nomor: 1481/30.01/DJB/2020 ditandatangani langsung oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara, Ridwan Djamaluddin. Dalam surat tersebut, terhitung sejak 11 Desember 2020, pelayanan pemberian perizinan di bidang pertambangan mineral dan batubara akan beralih ke pemerintah pusat.
Baca juga: Pemerintah Pusat Tarik Kewenangan Daerah Dalam Mengelola Minerba, Termasuk Aceh
Asisten I Pemerintah Aceh bidang pemerintahan dan keistimewaan Aceh M Jafar yang dikonfirmasi AJNN, Kamis (10/12/2020) menilai surat dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral tentang kewenangan pengelolaan pertambangan mineral dan batubara yang akan diambil alih oleh pemerintah pusat tidak berlaku untuk Aceh.
Pasalnya, kata M Jafar, Aceh sudah diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) nomor 11 tahun 2006, bahwa Pemerintah Aceh memiliki kewenangan dalam mengelola pertambangan mineral dan batubara di Aceh.
“Kita sudah ada UUPA dimana dalam UUPA ditegaskan bahwa Pemerintah Aceh memiliki kewenangan untuk mengelola mineral dan batubara di Aceh,” kata M Jafar, saat ditemui AJNN, Kamis (10/12).
M Jafar menjelaskan, dalam undang-undang minerba juga dinyatakan bahwa semua ketentuan dalam undang-undang tersebut tetap berlaku ke seluruh Indonesia sepanjang tidak diatur secara khusus dalam undang-undang khusus.
“Kita sudah diatur secara khusus dalam UUPA, untuk itu terkait surat dari Kementerian ESDM Pemerintah Aceh tetap menjalankan sesuai UUPA,” tuturnya.
Menurut Asisten I Pemerintah Aceh itu, semua pihak baik Kementerian Dalam Negeri, Kementerian ESDM dan Kepala Dinas ESDM Aceh secara tegas akan mendukung jalannya UUPA di Aceh.
Baca juga: Asisten I: Pemerintah Aceh Tetap Kelola Pertambangan Sesuai UUPA
Berdasarkan dokumen yang diperoleh AJNN, Gubernur Aceh, Nova Iriansyah ternyata sudah dua kali mengirimkan surat kepada Menteri Dalam Negeri, perihal Kewenangan Pengelolaan Mineral dan Batu Bara di Aceh, sebelum surat dari Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Republik Indonesia Nomor: 1481/30 . 01/DJB/2020 tanggal 8 Desember 2020 diterima Pemerintah Aceh/Gubernur.
Surat pertama dilayangkan oleh Gubernur Aceh pada tanggal 28 Mei 2020. Surat itu untuk menanggapi tentang adanya persetujuan bersama antara DPR RI dan Presiden RI terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menjadi Undang-Undang.
Dalam surat nomor 543/7698 Gubernur Aceh menjelaskan bahwa Aceh memiliki Undang-Undang Nomor II Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, yang secara khusus mengatur tentang kewenangan Pemerintah Aceh Yang ditegaskan dalam beberapa ketentuan yaitu Pasal 7 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Nomor II Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang menegaskan bahwa (I) Pemerintahan Aceh dan Kabupaten/Kota berwenang mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam semua sektor publik kecuali urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintah.
Secara khusus Gubernur Aceh dalam surat itu menjelaskan isi Pasal 156 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Nomor II Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, menegaskan bahwa (I) Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten]Kota mengelola sumber daya alam di Aceh baik di darat maupun di laut wilayah Aceh sesuai dengan kewenangannya.
Pada ayat (2) Sumber daya alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi bidang pertambangan yang terdiri atas pertambangan mineral, batubara, panas bumi, bidang kehutanan, pertanian, perikanan dan kelautan yang dilaksanakan dengan menerapkan prinsip transparansi dan pembangunan berkelanjutan.
Lalu Pasal 160 ayat (1) UUPA juga menegaskan bahwa Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah Aceh melakukan pengelolaan bersama sumber daya alam minyak dan gas bumi yang berada di darat dan laut di wilayah kewenangan Aceh.
Disamping itu, untuk melaksanakan beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor II Tahun 2006, Presiden Republik Indonesia telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah Yang Bersifat Nasional Di Aceh.
Berkenaan hal tersebut di atas, menurut Gubernur, sesuai ketentuan Pasal 173A Rancangan UndangUndang tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor Il Tahun 2006, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2015 dan Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara, maka Pemerintah Aceh berwenang mengelola sumber daya mineral dan batubara sesuai dengan kewenangannya.
Kemudian pada tanggal 4 November 2020, Gubernur Aceh kembali mengirimkan surat kepada Menteri Dalam Negeri, dengan nomor 543/15650 yang berisi perihal yang sama dengan surat pertama.
Surat kedua ini juga untuk menindaklanjuti hasil rapat dengan Dirjen Minerba Nomor 30.Und/30/DJB/2020 tanggal 25 September 2020 perihal undangan konsultasi publik rancangan Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara melalui Zoom Virtual Meeting pada hari Selasa tanggal 29 September 2020 pukul 13.00 s.d 14.30 WIB.
Surat kedua ini juga untuk menindaklanjuti undangan Dirjen Bina Pembangunan Daerah Kementerian Dalam Negeri Nomor 005/3782/BangIa tanggal 2 Oktober 2020 melalui Zoom Virtual Meeting dalam rangka diskusi peran Pemerintah Daerah dalam Pengelolaan Mineral dan Batubara dalam kerangka Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Hampir sama dengan surat pertama. Dalam surat itu Pemerintah Aceh juga menyampaikan beberapa hal yaitu ketentuan Pasal 173A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Lalu Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kewenangan Pemerintah yang Bersifat Nasional di Aceh dan Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas Qanun Aceh Nomor 15 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Maka dalam hal ini Pemerintah Aceh berwenang mengelola sumberdaya mineral dan batubara sesuai dengan kewenangannya.
Gubernur Aceh kepada Mendagri juga menjelaskan berdasarkan tanggapan dari Biro Hukum Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral pada tanggal 29 September 2020 menyatakan bahwa kekhususan Aceh sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006, akan menjadi Pedoman Utama dalam Pengelolaan Mineral dan Batubara di Aceh.
Hasil diskusi FGD yang diselenggarakan oleh Kementerian Dalam Negeri pada tanggal 13 Oktober 2020 juga menyebutkan bahwa terkait kekhususan Aceh telah jelas terakomodir dalam Pasal 173A Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 sehingga Pengelolaan Mineral dan Batubara sebagai Kewenangan Aceh dapat tetap dijalankan dengan mengikuti Norma Standar dan Prosedur sesuai yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 dan turunannya.
Untuk itu pemerintah Aceh meminta tanggapan menteri Dalam Negeri terkait kepastian pelayanan perizinan dan pengelolaan usaha pertambangan mineral dan batubara di Aceh sebagai dasar dalam Penyelenggaraan dan Penganggaran pada Kegiatan Pembinaan dan Pengawasan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara di Aceh.
Kedua surat tersebut juga ditembuskan kepada antara lain kepada Presiden Republik Indonesia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia, Wali Nanggroe, Ketua DPR Republik Indonesia, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh, Kepala Dinas Energi dan Sumber Dayå Mineral Aceh.(Sumber : ajnn)