Headline Berita Hari Ini

Home / Daerah

Kamis, 23 Januari 2025 - 11:23 WIB

Ahli hukum dari Universitas Brawijaya Kritiki dua Pasal RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

0:00


Jakarta | Ahli hukum dari Universitas Brawijaya (UB) Dr Prija Djatmika mengkritik soal dua pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dua pasal yang dimaksud, yakni Pasal 111 Ayat 2 dan Pasal 12 Ayat 11. Kedua pasal itu dinilainya dapat menimbulkan persoalan baru antara kepolisian dan kejaksaan.

Dia mengatakan, dalam Pasal 111 Ayat (2) RUU KUHAP saat ini, jaksa diberi kewenangan untuk mempertanyakan sah atau tidaknya penangkapan dan penahanan yang dilakukan kepolisian.

Padahal, seharusnya pasal tersebut mutlak kewenangan dari kepolisian. Apabila hal ini tetap diterapkan, dikhawatirkan akan menimbulkan penanganan perkara hukum yang tidak terpadu.

Baca Juga Artikel Berita nya   Konreg PDRB-ISE Rumuskan Kesepakatan dan Rekomendasi

“Yang benar yang boleh mengontrol hanya Hakim Komisaris atau Hakim Pemeriksa Pendahuluan. Jadi ini Pasal 111 ini mending dihapuskan saja, yang Ayat 2,” kata Prija, Rabu (22/1/2025).

Sementara itu, Pasal 12 Ayat 11 RUU KUHAP menjelaskan bahwa apabila masyarakat melapor polisi tetapi dalam waktu 14 hari tidak ditanggapi, bisa menindaklanjuti ke kejaksaan.

Menurutnya, pasal semacam ini merupakan suatu kemunduran yang sebelumnya, saat era Hindia Belanda hingga Orde Baru, sudah pernah diterapkan tetapi kemudian dihapus.

“Ini memberi peluang jaksa untuk kembali sebagai penyidik, ini merusak tatanan distribusi kewenangan yang sudah diatur bagus dalam KUHAP, jadi ini langkah mundur. Seharusnya, seperti saat ini, jaksa hanya bisa (menyidik) pelanggaran HAM berat dan tindak pidana korupsi,” kata Dosen Fakultas Hukum UB itu.

Baca Juga Artikel Berita nya   Bangunan Pesantren Darussalam di Aceh Tenggara Terbakar

Dia mengatakan, jaksa tidak berhak menerima laporan masyarakat, kemudian melakukan pemeriksaan dan penuntutannya secara mandiri.

“Ini akan terjadi tumpang tindih kewenangan dengan kepolisian, jadi penyidik (jaksa) bisa menyidik sendiri, menuntut sekaligus menyidik. Kecuali, memang perkara tindak pidana khusus karena tindak pidana korupsi dan pelanggaran HAM berat itu extraordinary crime, kejahatan luar biasa,” katanya.

Selain itu, dia mengusulkan agar RUU KUHAP yang baru ini menempatkan jaksa wilayah berkantor di kantor kepolisian.

Baca Juga Artikel Berita nya   Ketua KPK Firli Bahuri Kunker ke Aceh

Hal ini seperti yang ada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yakni adanya penyidik kepolisian dan jaksa penuntut umum yang bekerja satu atap.

Hal ini juga perlu demi efektivitas kinerja penanganan suatu perkara hukum, sehingga diharapkan meminimalisasi terjadinya pengembalian berkas perkara yang bolak-balik dari polisi ke jaksa.

Selain itu, diharapkan suatu perkara hukum ketika masuk pengadilan, sudah disertai dengan bukti yang kuat.

“Tetapi, pada saat penyidikan, tetap tugasnya polisi, jaksa bukan koordinasi saja, tapi sinergi dalam rangka collecting evidence atau pengumpulan barang bukti, jaksa dilibatkan setelah penyidikan,” katanya.

Baca Juga

Daerah

FJL Wisudakan 9 Siswa Sekolah Jurnalis Lingkungan

Daerah

170 UMKM Tayang di Katalog Elektronik Lokal Kota Medan

Daerah

Baitul Mal Aceh dan Kemenag Aceh Bersinergi Tingkatkan Zakat Infak dan Wakaf

Daerah

Satu Muharram di Lhokseumawe Meriah dengan Aksi Pawai Obor Santri

Daerah

Kendalikan Penyebaran PMK, Ini yang Telah Dilakukan Disnak Aceh

Daerah

Delapan Hektar Lahan Perkebunan Terbakar, BPBD BM Kerahkan Dua Damkar

Daerah

Gubernur: Aceh Tamiang Salah Satu Daerah yang Pemekarannya Dinilai Berhasil Oleh Kemendagri

Daerah

DKP Kota Sabang ajak masyarakat Gemar Makan Ikan